Kakak salah seorang korban, Ria saat dihubungi via telepon selularnya mengatakan, kesembilan korban rata-rata telah duduk di bangku kelas 3 SMA. Kasus sodomi dan pelecehan seksual ini terjadi saat korban masih duduk di bangku kelas 1 SMA.
Ria mengaku baru saja melaporkan kasus asusila itu ke Polres Bantaeng. Namun sebelumnya, kata Ria, para korban diancam akan dipecat oleh sekolah jika melaporkan kasus itu ke polisi. Sebab, gurunya yang diduga pelaku asusila itu adalah wakil ketua yayasan yang menaungi sekolah tempat para korban belajar.
Ria menambahkan, kasus pelecehan seksual dan sodomi ini terungkap saat adiknya membuat status bernada kasar dan marah di media sosial.
"Di situ saya bertanya, kenapa kau dek bikin status begitu. Saya bilang tidak bagus seperti itu dek. Di situlah adik saya mengungkapkan kasus pelecehan yang dialaminya. Selanjutnya saya dari Makassar langsung menemui adikku di Bantaeng dan bertemu dengan beberapa korban lainnya," beber Ria, Kamis.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulselbar, Komisaris Besar (Kombes) Polisi Endi Sutendi yang dikonfirmasi terpisah, membenarkan pihaknya telah menerima laporan dari santri pondok pesantren DDI Mattoanging Lamalaka bersama 8 orang temannya.
"Tempat kejadian perkara (TKP) sodomi terjadi di lingkungan pesantren di Kelurahan Lamalaka, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng. Kita sudah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan mencari saksi-saksi. Kami juga membawa korban ke RS untuk memintakan visum et repertum," terang Endi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.