Mereka menolak Rancangan Undang-Undang Pilkada terkait opsi pemilihan kepala daerah yang dikembalikan kepada DPRD.
Aksi ini mendapatkan pengawalan ketat dari Kepolisian Polres Malang. Puluhan mahasiswa mendesak untuk bisa masuk ke halaman gedung wakil rakyat hingga terjadi ketegangan dan saling dorong antara mahasiswa dan anggota polisi.
"Gedung dewan ini adalah rumah rakyat. Siapa pun boleh masuk. Tidak berhak polisi melarang kita untuk masuk ke gedung wakil rakyat," teriak koordinator aksi, Robiyanto.
Namun, upaya mahasiswa gagal untuk masuk ke gedung dewan. Hanya diperbolehkan lima mahasiswa sebagai perwakilan untuk menyampaikan beberapa tuntutannya.
Menurut Robiyanto, yang juga Ketua GMNI Kabupaten Malang, aksi tersebut dilakukan untuk menolak RUU Pilkada. Sebab, jika RUU Pilkada disahkan, itu jelas bukan kepentingan rakyat, melainkan hanya kepentingan golongan. "Pihak yang ngotot agar RUU Pilkada disahkan, jelas pihak yang sakit hati dengan hasil pilpres lalu. Ini jelas bukan karena kepentingan rakyat," ujar dia.
GMNI Kabupaten Malang meminta kepada DPRD Kabupaten Malang untuk segera mengirimkan surat kepada DPRD pusat menolak RUU Pilkada. "Alasan kami, jika RUU itu disahkan jelas sudah merampok hak demokrasi rakyat. Hal itu juga jadi ladang baru untuk korupsi," kata dia.
Selain itu, praktik itu akan rawan melahirkan aksi suap-menyuap antara calon kepala daerah dan anggota dewan. "Yang utama adalah hak rakyat yang dirampas. Jelas merupakan kemunduran demokrasi. Sekali lagi, RUU Pilkada itu hanya kepentingan elite politik. Wajib hukumnya kita menolak disahkannya RUU Pilkada itu," ujar Robiyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.