Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gendurenan, Tradisi Lebaran di Magelang yang Selalu Bikin Kangen

Kompas.com - 28/07/2014, 16:27 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis


MAGELANG, KOMPAS.com
- Meriah. Ungkapan yang patut diberikan untuk peringatan hari raya Idul Fitri 1435 Hijriah di Dusun Sorobayan, Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.

Ada momen yang paling ditunggu warga kaki Gunung Merbabu ini setiap Idul Fitri tiba. Warga menyebutnya Genduren (Kenduri) Kupat Opor.

Tradisi yang hampir tidak pernah terlewatkan hari raya ini seusai mendirikan shalat Id berjamaah di masjid setempat. Meski ada tanah lapang, namun warga lebih memilih untuk menjalankan shalat Id berjamaah di masjid.

Sejak pukul 06.00 WIB mereka berbondong-bondong datang ke Masjid Al-Ikhsan. Tidak lupa mereka membawa aneka makanan dari rumah. Tentu makanan khas Lebaran seperti opor ayam, opor entok, sambal goreng, buah-buahan, sayuran dan tidak ketinggalan kupat atau ketupat.

Usai shalat mereka tak langsung pulang. Mereka saling bersalaman terlebih dahulu sembari mengucap kata maaf. Rasa haru sangat terasa di momen ini.

Selanjutnya, Genduren dimulai. Makanan yang dibawa masing-masing disantap bersama di halaman masjid. Meski hanya beralas karpet dan tikar, serta berpiring daun pisang, tidak ada kemuraman diraut wajah warga.

Dari anak kecil hingga dewasa membaur menjadi satu. Tidak jarang mereka saling tukar makanan yang dibawa. Hanya ada kegembiraan, keikhlasan, kerukunan yang terlihat dalam momen itu.

"Tradisi begini ini yang 'ngangeni' jadi wajib pulang untuk Lebaran di kampung," ucap Titik, salah satu warga yang bekerja di Surakarta, Solo, Jawa Tengah ini, Senin (28/7/2014).

Tradisi lebaran di kampung ini berlanjut. Selesai Genduren, sebagian warga ada yang berziarah (nyekar) ke makam, sabagian lagi datang ke rumah-rumah tetangga yang dituakan untuk bersilaturahmi.

Menjelang siang, khusus seluruh warga laki-laki kembali melakukan karim (saling bersalaman) di halaman masjid berlanjut hingga ke rumah-rumah warga. Usai dzuhur, giliran para wanita melakukan hal yang sama.

"Tradisi ini sudah ada sejak dahulu, sampai sekarang masih dilestarikan warga. Agar kerukunan dan kekeluargaan selalu terjaga diantara kami," papar Romelah, salah seorang warga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com