Menurut Tatang, seorang pengusaha tahu dan tempe di Kecamatan Wonomulyo, Polewali Mandar, usahanya tidak seramai sebulan lalu. Sejak harga kedelai merangkak naik, dari Rp 6.800 hingga menjadi Rp 7.500 dan Rp 9.500 per kilogram saat ini, usaha yang dirintisnya sejak belasan tahun lalu kini menjadi lebih sepi.
Tatang mengaku, pada saat normal dia mempekerjakan empat karyawan, ditambah dengan tiga anggota keluarganya. Kini, dia hanya dibantu satu karyawan yang bekerja dari pagi hingga sore.
“Kalau sampai sebulan harga kedelai tak segera stabil, akan banyak pengusaha lain yang tiarap alias gulung tikar,” ujar Tatang. Dia khawatir, jika kondisinya tetap seperti saat ini, usaha yang telah dijalaninya selama belasan tahun itu hanya bisa bertahan sebulan ke depan.
Sebelum harga kedelai melonjak, dalam sehari dia bisa mengolah lebih dari 100 kilogram untuk satu unit produksi. Kini dia memangkasnya menjadi 50 kilogram saja. Menurut Tatang, pedagang tempe dan tahu yang menjadi pelanggannya kini berkurang karena harga eceran tempe tidak lagi menjanjikan.
Sejumlah pengusaha lain juga mengeluhkan hal yang sama. Mereka tetap berproduksi, meskipun jumlahnya berkurang banyak, hanya untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan yang sudah terjalin lama. "Membangun jaringan dan mencari pelanggan demi mengembangkan usaha tahu dan tempe itu bukan pekerjaan ringan," kata Tatang.
Tatang dan kawan-kawan hanya bisa berharap pemerintah bisa segera mengendalikan harga kedelai yang terus melambung. "Supaya usaha kami tidak gulung tikar," ujar Tatang mewakili rekan-rekannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.