KOMPAS.com - Enam penari perempuan menggerakkan tubuh dengan gemulai dan perlahan di hadapan Sultan Sumbawa di Istana Dalam Loka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penari tampak menghayati alunan musik gong genang dan serunai khas Sumbawa mengiringi gerak perlahan yang seirama.
Tari Intan Kalanis merupakan salah satu tari klasik warisan budaya Kesultanan Sumbawa yang dibawakan setiap ada upacara adat.
Baca juga: Melihat Upacara Adat Pangangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa, Pernah Digelar 126 Tahun Lalu
Tari ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Demikian disampaikan budayawan, koreografer, dan pengkaji tari senior, Hasanuddin, saat ditemui pada Rabu (29/5/2024).
“Intan Kalanis artinya permata pilihan, dulu ditarikan oleh para putri sultan dan kaum bangsawan,” kata Hasanuddin.
Ia menjelaskan, dalam sejarah seni tari di Sumbawa, Intan Kalanis ini adalah tari klasik yang berkembang di Kesultanan Sumbawa pada masa pemerintahan Sultanah Syafiatuddin.
Sang sultanah kemudian dipersunting oleh Sultan Abdul Hamid dari Kesultanan Bima sehingga menjadi permaisuri di sana.
“Karena peran sebagai seorang istri yang menjalankan tugas suami. Beliau pindah ke Bima dengan membawa seluruh penari, pemain musik, bahkan sampai alat musik tradisional Sumbawa yang mengiringi Tari Intan Kalanis ini,” jelasnya.
Di Bima, sambungnya, tari ini dikenal dengan nama Mpa’a Sumbawa yang khusus ditarikan oleh para putri sultan atau bangsawan Kesultanan Bima.
Baca juga: Mengenal Tradisi Ete Ai Kadewa dalam Prosesi Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa
“Saat saya berkunjung ke Bima dan mewawancarai banyak penari yang berusia tua di sana, saya dapatkan cerita ini. Ternyata kita memiliki tari klasik kesultanan yang masih diingat di Bima,” kata Hasanuddin.
Menurutnya, dari rekonstruksi hasil penelitian tentang Mpa’a Sumbawa inilah Tari Intan Kalanis diciptakan.
“Tahun 2008 kita revitalisasi disesuaikan dan disempurnakan dengan gerak tubuh orang Sumbawa,” katanya.
Tari Intan Kalanis ditampilkan dalam momen bersejarah Pengangkatan Datu Raja Muda Kesultanan Sumbawa setelah 13 tahun ditarikan.
“Terakhir, tari ini ditampilkan pada acara penobatan Sultan Sumbawa XVIII tahun 2011 lalu,” ungkapnya.
Tari klasik ini gerakannya cukup sulit tetapi enam penari yang dilatih selama satu bulan bisa membawakan dengan baik.
“Saya yang latih penari bersama pak Jef, dan enam penari terpilih dari SMAN 2 Sumbawa,” sebutnya.
"Tari ini bagaimana memasukkan jiwa dalam gerakan yang gemulai sehingga penonton bisa merasakan dan melihat aktivitas apa yang dipersembahkan oleh penari," pungkas Hasanuddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.