SEMARANG, KOMPAS.com - Tanggul setinggi 2 dan 3 meter tampak kokoh mengelilingi wilayah Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Tanggul penahan rob itu membentang sepanjang 3,6 km.
Tanggul itu membatasi permukiman warga dengan laut. Layaknya penjaga, tanggul itu melindungi dua kampung di wilayah Tambaklorok, yakni Tambakrejo dan Tambakmulyo, dari serangan banjir rob.
Pembangunan tanggul memang diharapkan menjadi solusi banjir rob di Kota Lumpia. Diketahui, banjir rob seakan-akan menjadi makanan sehari-hari warga Pantai Utara Semarang.
Banjir rob di Semarang tampaknya bukan hanya menjadi fokus pemerintah daerah, melainkan juga pemerintah pusat.
Baca juga: Tuntaskan Masalah Rob di Tambaklorok, Wali Kota Semarang Bakal Kembangkan Wisata Bahari
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi tanggul rob tersebut. Jokowi meninjau proyek tersebut usai shalat Idul Adha di Kota Semarang pada Senin (17/6/2024).
Jokowi mengatakan, tanggul Tambaklorok itu mampu menahan rob paling tidak sampai 30 tahun mendatang. Sehingga, masyarakat setempat tak perlu lagi mengkhawatirkan rob tahunan.
"Sepanjang 3,6 kilo untuk pengendalian rob yang ada di Tambaklorok dan juga penataan kampung nelayan. Saya kira dalam jangka 30 tahun minimal bisa menahan rob yang terjadi," ungkapnya.
Di Tambakrejo, panjang tanggul lebih kurang 1,8 km. Sementara sisanya, 1,8 km, mengitari Tambakmulyo.
Tanggul rob tahap satu yang memiliki ketinggian 2 meter, dibangun pada tahun 2016 hingga 2018. Sedangkan tanggul rob tahap dua yang memiliki ketinggian 3 meter, dibangun tahun 2022 sampai 2024.
Tak hanya selamat dari banjir rob, tanggul tersebut jadi penyelamat ekonomi warga. Pasalnya, warga Tambaklorok yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan mengaku semakin sulit mencari ikan.
Hal ini seperti yang dialami warga setempat, Romdhon. Pria berusia 58 tahun itu merantau bersama orangtuanya dari Demak ke Tambaklorok Semarang sejak tahun 1970.
Dia sudah menjadi nelayan di Tambaklorok sejak usia 13 tahun. Sambil membereskan hasil tangkapan ikan asinnya, dia bercerita soal penghasilan nelayan yang semakin tak pasti.
"Ini seember (ikan asin) Rp 20.000-Rp 30.000 aja belum tentu laku. Kemarin dapat Rp 170.000 kotor, belum sama bahan bakar. Kadang cuma cukup buat beli beras," katanya saat ditemui di tempat sandar perahu, Selasa (18/6/2024).
Beban ekonomi itu diperparah dengan adanya banjir rob yang sering melanda rumahnya. Dia harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk meninggikan fondasi rumah untuk menghalau rob.