Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Melestarikan Praktik Ekonomi Peternakan di Lahan Savana Kaki Gunung Tambora

Kompas.com - 18/05/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRAKTIK ekonomi peternakan di lahan Savana Kabupaten Dompu di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah bagian dari kearifan lokal Kabupaten Dompu yang harus dilestarikan.

Pasalnya, praktik ekonomi peternakan di sana tidak sama dengan model usaha peternakan di berbagai lokasi pada umumnya di satu sisi dan mengandung nilai-nilai historis -kultural di sisi lain.

Dikatakan berbeda karena motif para peternak dalam memelihara banyak ternak memang tidak sama dengan usaha peternakan pada umumnya.

Karena motifnya tidak sama, maka praktik dan model beternaknya pun berbeda. Usaha peternakan di banyak daerah lain yang saya temui diperlakukan sebagai investasi, di mana ternak dipelihara di dalam kandang, disediakan makanan secara teratur dan terukur serta diawasi kesehatannya.

Kalaupun kemudian harus dilepaskan, maka ternak-ternak dilepaskan di dalam suatu kawasan atau lahan yang sudah berstatus sebagai lahan milik usaha peternakan.

Kemudian, umur ternak sudah dipatok atau ditentukan, sehingga jadwal potong atau panen sudah ditetapkan. Masa potong atau panen tersebut ditetapkan secara konsisten, dengan jadwal yang disesuaikan dengan perhitungan bisnis yang presisi.

Sehingga peternak bisa mengetahui kapan modalnya akan kembali, berapa keuntungan yang bisa didapat di dalam jangka waktu tertentu, dan kapan harus memulainya kembali sedari awal.

Nah, karena peternakan pada umumnya diperlakukan sebagai investasi riil, maka usaha peternakan tersebut dianggap sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari oleh pemiliknya atau setidaknya dianggap sebagai usaha yang harus dipantau saban waktu, karena peternakan dianggap sebagai bagian dari upaya untuk “melanjutkan” hidup.

Sehingga jika masa potong atau masa panen melenceng dari jadwal yang telah ditetapkan, maka berpotensi membuat situasi keuangan pemilik usaha peternakan tersebut terganggu.

Sementara peternakan di lahan Savana Kabupaten Dompu dijalankan dan dikembangkan dengan motif dan semangat berbeda.

Para pemilik ternak, baik dalam jumlah besar, sedang, atau bahkan sedikit, memperlakukan praktik peternakan sebagai bagian dari “Manajemen risiko kehidupan” atau bagian dari strategi untuk memitigasi berbagai kebutuhan di masa depan.

Artinya, para peternak dan penjaga ternak yang menggembala ternak milik orang lain, memperlakukan usaha peternakan di lahan Savana sebagai Tabungan (saving), bahkan asuransi (insurance).

Walhasil, ternak belum akan dijual atau dipotong jika belum ada kebutuhan mendadak dan mendesak, sehingga jumlah ternak yang dimiliki peternak cenderung berlipat setiap tahun, jika kebutuhan mendadak tersebut tidak muncul dalam beberapa tahun.

Dengan kata lain, jadwal panennya tidak dijadwalkan secara ketat layaknya usaha peternakan modern yang ada di daerah-daerah lain.

Asumsinya sangat sederhana. Jika satu orang peternak memiliki lima ekor sapi di tahun ini, maka berkemungkinan besar di tahun depan jumlahnya akan menjadi dua kali lipat.

Sebut saja, misalnya, ternak tersebut dititipkan kepada penggembala dan harus dibagi dua hasilnya di tahun selanjutnya, jumlahnya secara keseluruhan tetap terhitung dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Jadi tak heran jika di lapangan terdapat peternak yang memiliki hingga ratusan ekor sapi, bahkan beberapa di antaranya memiliki ribuan ekor sapi.

Nah, karena motifnya adalah Tabungan dan Asuransi, maka praktiknya pun tidak dijalankan layaknya peternakan komersial pada umumnya.

Ternak disebar begitu saja di hamparan Savana tanpa kandang. Sapi-sapi mencari makan di siang hari, berteduh di bawah pohon-pohon saat panas terik, turun ke arah mata air setelah kenyang makan, dan tidur di sekitaran pohon-pohon di hamparan Savana pada malam hari.

Para pemilik ternak yang tidak menggunakan jasa gembala biasanya hanya menjenguk sapi ternaknya pada kurun waktu tertentu, misalnya sekali dalam seminggu di lokasi di mana mereka pertama kali melepaskan ternaknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com