KOMPAS.com - Ditemukannya jenazah seorang polisi dalam mobil di Jakarta Selatan pada Kamis (25/04) lalu memunculkan banyak tanda tanya yang berujung spekulasi liar. Pengamat memandang kasus ini begitu krusial bagi polisi untuk mengungkapnya kepada publik – mengapa demikian?
Brigadir RAT, anggota Polresta Manado, Sulawesi Utara, ditemukan tak bernyawa di kursi pengemudi mobil Toyota Alphard di Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Kamis (25/04).
Mobil itu berada di halaman sebuah rumah dengan posisi sedikit membentur bagian depan mobil putih yang diparkir. Sabuk pengaman almarhum masih terpasang.
Baca juga: 13 Momen Penting yang Terekam Sebelum Brigadir RAT Bunuh Diri
Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan menyebut ada luka tembak di bagian kepala korban – tepatnya di pelipis kanan yang menembus ke kiri. Keterangan pihak yang berwajib menyebut peluru yang menghabisi nyawa Brigadir RAT juga menembus atap mobil.
Senjata api jenis HS ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP).
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal mengatakan kasus ini “bukan penembakan” melainkan “bunuh diri”.
“Iya, bunuh diri menembak kepalanya menggunakan senpi [senjata api],” ucap Ade Rahmat seperti dilansir kantor berita Antara pada Jumat (26/04).
Hingga Minggu (28/04), para petugas kepolisian masih keluar-masuk rumah di Jalan Mampang Prapatan yang menjadi saksi bisu detik-detik terakhir Brigadir RAT.
Baca juga: Polisi: Tidak Ditemukan DNA Orang Lain di Lokasi Tewasnya Brigadir RAT
Kematian Brigadir RAT yang dinilai tidak wajar mengundang banyak misteri yang berbuntut spekulasi di khalayak.
Sempat muncul berita bahwa 15 CCTV di TKP mati – meski pemilik rumah dan aparat kemudian membantahnya. Terdapat pula perbedaan versi antara polisi dan keluarga tentang alasan Brigadir RAT, yang bertugas di Manado tetapi ditemukan tak bernyawa di Jakarta, berada di ibukota.
Ini bukanlah kejadian pertama anggota polisi ditemukan tewas dan kematiannya menimbulkan spekulasi.
Pada 22 September 2023, Brigpol Setyo Herlambang, ajudan pribadi Kapolda Kalimantan Utara Irjen Daniel Aditya Jaya, ditemukan tewas di dalam kamar di rumah dinas Kapolda. Sepucuk senjata api jenis HS ditemukan di sampingnya.
Baca juga: Polisi: Keluarga Tolak Otopsi Jasad Brigadir RAT karena Murni Bunuh Diri
Pada 6 Februari 2023, jasad Bripka Arfan Saragih ditemukan di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Dia diduga bunuh diri dengan meminum racun sianida.
Sejumlah pengamat menyoroti pentingnya pihak polisi untuk mengusut tuntas kasus kematian Brigadir RAT ini.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, misalnya, menyebut kasus meninggalnya anggota kepolisian seringkali berhenti di fokus penyebab kematian – bukan kepada motifnya.
Dia juga mengatakan publik juga akan menyoroti kasus kematian Brigadir RA karena kasus Ferdy Sambo masih melekat dalam ingatan mereka.
“Harus dibuka seterang benderang mungkin biar tidak muncul asumsi-asumsi liar. Masyarakat tentunya juga akan mencatat bagaimana kejadian kasus pembunuhan oleh Irjen Ferdy Sambo yang di awal juga disampaikan bahwa itu kasus bunuh diri, kemudian tembak menembak yang faktanya ternyata tidak demikian,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: Motif Kematian Brigadir RAT Penting Diungkap, Pengamat: Momentum Evaluasi Pembinaan Mental Polisi
Pada 8 Juli 2022, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau kala itu diketahui sebagai “Brigadir J” tewas di rumah salah satu pejabat Polri – belakangan diketahui sebagai Ferdy Sambo yang saat itu itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Awalnya, Yosua disebut terlibat tembak menembak dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dan melecehkan Putri Chandrawati, istri Ferdy Sambo.
Kasus itu kemudian bergulir dan berujung kepada divonis matinya Ferdy Sambo setelah hakim menyatakan dirinya terbukti bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Eliezer dan Putri juga dihukum penjara atas keterlibatan mereka dalam kasus itu.
Lucky Nurhadiyanto, kriminolog dari Universitas Budi Luhur, menggarisbawahi “bias di mata publik” mengingat semangat esprit de corps umumnya cukup mendominasi kasus yang melibatkan aparat penegak hukum.
“Kasus [Brigadir RA] dapat dipandang sebagai bentuk bunuh diri altruistik guna ‘menyelamatkan’ kepentingan pihak-pihak tertentu, bisa keluarga atau organisasi terlebih di tengah upaya perbaikan citra kepolisian sekarang ini,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: Misteri Kematian Brigadir RAT dan Dua Versi Cerita Alasannya Berada di Jakarta
Toyota Alphard bernomor polisi B 1554 QH itu kemudian bergerak menyerong ke kanan dan membentur bagian depan mobil berwarna putih yang diparkir di sana.
Seorang saksi mata terlihat mendatangi mobil hitam itu dan mengecek bagian dalam mobil. Dia kemudian segera berlari tak lama setelah melihat sesuatu.