LAMPUNG, KOMPAS.com - Saripudin (60) memandang nanar ke arah terminal bus Pelabuhan Bakauheni. Puluhan penumpang turun dari bus lalu bergerombol ke area anjungan check-in mandiri.
Dia berdiri seakan menyambut kedatangan para penumpang yang membawa kardus, tas ransel dan barang lainnya.
Saripudin menghampiri salah satu dari penumpang, menawarkan tenaganya untuk membantu membawakan barang mereka.
Baca juga: Cerita Pemudik Enggan Pakai Porter, Bolak-balik Dermaga-Kapal Angkut Barang Bawaannya
Tawaran Saripudin hanya dibalas lambaian tangan tanda penolakan dari sang penumpang.
"Penumpang ramai, tapi nggak ada yang mau (dibawakan barangnya)," kata Saripudin, Minggu (7/4/2024). Dia lantas duduk kembali di depan area check-in mandiri itu.
Pria kelahiran Serang (Banten) ini mengaku sudah lebih dari 30 tahun bekerja sebagai porter di Pelabuhan Bakauheni.
Saripudin menjadi saksi sejarah bagaimana perkembangan Pelabuhan Bakauheni hingga sudah modern sekarang ini.
"Dari awal nikah, mungkin 30 tahun lalu sampai sekarang masih (kerja) di sini," kata dia.
Warga Dusun Kenyayan ini mengatakan masih mampu mengangkat barang bawaan penumpang yang memiliki berat hingga puluhan kilogram.
"Ya paling kuat 30 kilo (kg) lah sekarang," kata dia.
Meski saat ini sedang ramai arus mudik, Saprudin mengaku hal itu tidak terlalu berpengaruh dengan pendapatannya.
"Sama saja (seperti hari biasa), paling banyak juga Rp 100.000. Penumpang ramai tapi bawaan sedikit. Kita kan nggak cari ramainya, tapi cari barangnya," kata Saprudin.
Porter lain bernama Misnan juga mengatakan penghasilan selama masa mudik tidak terpengaruh dengan ramainya penumpang.
Misnan mengatakan dalam sekali angkut dia biasa diberi uang jasa mulai dari Rp 10.000 - Rp 30.000.
"Ya namanya rezeki, kadang dapat kadang nggak dapat," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.