SEMARANG, KOMPAS.com - Siapa yang tak kenal Nasida Ria, grup qasidah islami asal Kota Semarang yang melegenda.
Tak hanya memiliki penampilan dan aliran musik yang unik, Nasida Ria juga mempunyai lirik maupun judul lagu yang ciamik.
Di antaranya, "Perdamaian", "Dunia Dalam Berita", "Bom Nuklir", "Nabi Muhammad Mataharinya Dunia", "Kota Santri", "Pengantin Baru", dan masih banyak lainnya.
Baca juga: Perjalanan Nasida Ria, Lahir di Kauman Semarang, Kini Bersenandung hingga Jerman
Tentunya, selama berkarya sejak tahun 1975, Nasida Ria memiliki banyak perkembangan dari sisi penyebarannya. Artinya, Nasida Ria berhasil berevolusi dengan perkembangan teknologi dan zaman.
Hal tersebut disampaikan oleh filmmaker asal Semarang, Wisnu Chandra. Ia menyebut, keberhasilan Nasida Ria itulah yang memotivasi dia untuk merakit perjuangan Nasida Ria selama 48 tahun menjadi satu kesatuan dalam "Nasida Ria: Sun Stage".
"Alasan yang pertama, salah satu kesenian yang paling tua di Semarang itu ada wayang orang dan Nasida Ria. Waktu itu Nasida Ria usianya sudah hampir setengah abad. Itu yang membuat saya, wah kayanya ini saatnya saya bikin deh. Soalnya saya pun dengerin Nasida Risa sejak umur 4-5 tahun," ucap Wisnu kepada Kompas.com, Kamis (15/2/2024).
Baca juga: Kala Nasida Ria Mendobrak Ketabuan dan Keterkungkungan Perempuan…
Lebih jelas Wisnu mengatakan, sebelum memutuskan membuat film dokumenter Nasida Ria: Sun Stage, dirinya melakukan riset 8-12 bulan.
Dirinya menyebut, data riset yang dihimpun berasal dari Choliq Zain, Manajer Nasida Ria. Data yang diperoleh berupa referensi bacaan, album-album foto Nasida Ria, hingga melibatkan penggemar Nasida Ria.
"Waktu riset itu mulai September 2022, dan selesai sekitar 2023 akhir. Riset 12 bulan itu standar, karena saya juga mengerjakannya kondisional saja. Mengingat, Nasida Ria juga sibuk banget," tutur Wisnu.
Meski memakan waktu berbulan-bulan, Wisnu mengaku sempat kebingungan menentukan fokus tema film dokumenter.
Awalnya, dirinya ingin menyoroti fesyen atau penampilan yang dikenakan Nasida Ria. Namun setelah menimbang berbagai hal, dirinya memutuskan untuk menyoroti revolusi perkembangan Nasida Ria dari media konvensional hingga ke platform digital.
"Kejadian 48 tahun itu lama dan banyak sekali yang menarik. Tapi pada akhirnya selama 8 bulan riset itu memutuskan untuk menceritakan soal Pak Choliq bersama Nasida Ria di sini. Proses revolusinya gimana. Sampai mencapai paltform-platform yang usianya jauh di bawah Pak Choliq seperti Instagram dan TikTok," tutur dia.
Alhasil, film dokumenter karya Wisnu itu berhasil meringkas 48 tahun perjalanan Nasida Ria menjadi 18 menit.
Bagi Wisnu, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Ia berkolaborasi dengan salah satu seniman kolase, Soni Prasetya Wasono, untuk merakit belasan album foto Nasida Ria menjadi lebih ciamik.
"Kita punya 17 folder, di satu foldernya masih ada 5-8 folder lagi. Nah, itu 1 folder ada 30-50 foto. Setelah 3 jam diam merenung di depan komputer, akhirnya kita menemukan konsep kolasenya menggunakan scan scrap. Jadi sepanjang kolase itu background paling belakang cover tape semua. Sementara kolasenya orang-orang itu dari foto," tutur Wisnu.