Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Distribusi Logistik Pemilu di Sumbawa, Dipikul di Jalan Berlumpur

Kompas.com - 12/02/2024, 11:50 WIB
Susi Gustiana,
Andi Hartik

Tim Redaksi

SUMBAWA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), memulai tahapan distribusi logistik Pemilu 2024. Sejumlah medan terjal dilalui petugas supaya logistik pemilu sampai ke lokasi tujuan.

Cuaca berawan dan berkabut tak menyurutkan petugas saat menuju salah satu desa di Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Sabtu (10/2/2024).

Tim memulai perjalanan dari gudang logistik KPU Sumbawa menuju Kecamatan Batulanteh dengan penuh semangat.

“Di Kecamatan Batulanteh terdapat 44 TPS yang tersebar di enam desa, dengan total daftar pemilih tetap (DPT) 8.896 orang,” kata Ketua KPU Sumbawa M. Wildan, Minggu (11/2/2024).

Baca juga: Cerita Syahdan Terjebak di Atap Rumah yang Hanyut Saat Banjir Bandang Sumbawa

Sejumlah desa di pegunungan Batulanteh merupakan daerah terpencil di Kabupaten Sumbawa. Dari total enam desa, terdapat tiga desa yang terisolasi, yakni Desa Tangkam Pulit, Desa Baturotok, dan Desa Baodesa.

“Targetnya pada daerah tersulit dan terisolasi ini diharapkan bisa terdistribusi dari KPU Sumbawa, paling cepat pada H-7 dan paling telat H-3 sebelum pencoblosan dilakukan pada 14 Februari 2024,” kata Wildan.

Baca juga: Libatkan Kantor Pos, KPU Kota Bima Distribusikan Logistik H-1 Pencoblosan

Baodesa bisa disebut sebagai desa di atas desa, karena lokasinya yang berada di atas pegunungan. Untuk mencapai desa itu, dibutuhkan waktu 4 jam dengan kondisi jalan tanah dan berbatu.

“Bila masuk musim hujan seperti saat ini praktis waktu tempuh menjadi lebih lama, bisa sampai 7 atau 8 jam perjalanan dari pusat kota,” ucap Wildan.

Tidak hanya itu, untuk mencapai desa itu, petugas menyeberangi sungai besar dengan lebar lebih dari 10 meter. Sampai saat ini belum ada jembatan permanen untuk menyeberangi sungai itu.

“Memang ada jembatan kayu yang dibuat oleh warga di sungai tersebut. Hanya saja jembatan tersebut sifatnya darurat. Bila ketinggian air sungai naik, hanya bisa dilalui orang dengan jalan kaki,” jelas Wildan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com