SUKOHARJO, KOMPAS.com - Sukarno (54), warga Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, sudah 38 tahun bekerja sebagai buruh di perusahaan tekstil. Ia mulai bekerja sejak tahun 1986.
Meski masa kerjanya terhitung sudah cukup lama, Sukarno merasa upah yang diterima selama ini masih tergolong kecil.
Menurut dia, selisih angka antara yang masa kerjanya sudah lama dengan yang baru tidak banyak.
"Karena masa kerja sudah 30 tahun lebih itu kan untuk upah sendiri itu ya. Masa kerja itu kalau dibandingkan masa kerja yang baru ya tidak begitu banyak selisihnya tidak banyak. Suka dukanya kalau yang namanya pekerja di perusahaan tidak ada sukanya kalau masalah upah. Upahnya memang sangat kecil," kata Sukarno mengawali kisahnya dihubungi Kompas.com, Selasa (6/2/2024).
Ia menambahkan, upah yang diterima sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya.
"Kalau UMK untuk tahun-tahun ini memang kenaikannya relatif kecil," ungkap Sukarno.
Sukarno menyampaikan, upah yang diterima belum mencukupi untuk kebutuhan keluarga. Sukarno memiliki dua orang anak. Satu sudah berkeluarga dan satunya lagi masih kuliah.
Setiap semester atau enam bulan sekali Sukarno harus mengeluarkan uang yang jumlahnya tidak sedikit untuk biaya kuliah anaknya.
"Sebagai buruh sudah berkeluarga itu belum mencukupi untuk kebutuhan kita berkeluarga. Kalau istri tidak bekerja tidak bisa," jelas dia.
"Saya anak dua. Kebetulan yang pertama sudah berkeluarga. Ya yang nomor dua ini kuliah di UNS. Kalau UNS ini kan (biaya) UKT (mahal). Tiap semesteran itu kan cari surat ke kelurahan (untuk keringanan)," sambung Sukarno.
Adapun untuk menambah penghasilan keluarga, Sukarno setiap akhir pekan selalu siap apabila diminta oleh tetangganya membantu pekerjaan.
"Kita masuknya jam 8 pagi dan pulangnya jam 5 sore. Kan kita lima hari kerja. Ya kalau di rumah misalnya ada kerjaan yang lain misalnya bantu ada tetangga bersih-bersih atau apa ya kita lakukan. Karena demi untuk tambahan (penghasilan)," jelas dia.
Sukarno mengaku sedikit lega dibantu istrinya untuk mencari tambahan penghasilan. Selama ini, kata Sukarno, istrinya merima jasa menjahit di rumah.
"Kalau istri alhamdulillah sekarang masih bekerja serabutan. Di rumah menjahit," ungkapnya.
Ketua Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI) Sukoharjo ini menyampaikan, dampak pandemi Covid-19 masih dirasakan buruh sampai sekarang.