FLORES TIMUR, KOMPAS.com - Sudah setahun lebih Ardianus Magi (33) menekuni pekerjaan sebagai seorang karyawan salah satu kios di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Saban hari, Magi mulai bekerja pukul 08.30 Wita hingga pukul 17.30 Wita sampai 18.00 Wita.
Magi bercerita, sebelum menjadi karyawan kios, ia sempat bekerja serabutan.
Baca juga: Cerita Buruh di Bima, 20 Tahun Bekerja tapi Tak Punya Jaminan Sosial
Dia pernah bekerja di pabrik batako dan menjadi tukang parkir di Maumere. Tak hanya itu, Magi pernah menjadi buruh bangunan dan usaha cetakan pot bunga di Adonara.
"Saya juga sempat bekerja di mebel Adonara," ucapnya kepada Kompas.com, Selasa (6/2/2024).
Baca juga: Kisah Perempuan Buruh di Magelang, Sistem Kontrak Mengimpit, Cuti Haid Kian Rumit
Hanya saja penghasilan dari semua pekerjaan yang ditekuni tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga.
Kondisi tersebut sempat membuatnya putus asa. Ditambah lagi dia adalah anak pertama.
Sehingga Magi menjadi salah satu penopang kehidupan keluarga termasuk membiayai pendidikan adiknya yang masih Sekolah Menengah Atas (SMA).
Karena kebutuhan mendesak, Magi terpaksa meminjam di salah satu lembaga keuangan swasta dengan bunga 10 persen.
"Saya tahun 2020 itu kondisinya keuangan sangat susah, saya terpaksa pinjam uang," ujar dia.
Warga Desa Waiburak, Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur ini kemudian memutuskan untuk bekerja di sebuah kios di Kota Larantuka.
Setiap bulan Magi mengaku diberi upah Rp 1 juta. Namun upah yang ia belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ditambah lagi ia harus membayar biaya sewa kos.
"Kalau hitung semua penghasilan yang saya dapat (setelah dikurangi biaya kebutuhan) sebulan Rp 200.000. Sangat kecil," ucapnya.
Baca juga: SE Menaker Libur Pemilu 2024: Pengusaha Harus Izinkan Buruh Mencoblos
Magi mengatakan, masih banyak pekerja atau buruh yang diberi gaji di bawah upah minimum.
Namun karena ketiadaan lapangan kerja, mereka terpaksa memilih menekuninya meski dengan upah rendah.