MASIH teringat jelas dalam benak Oktoviana Akoit (43) bagaimana situasi mengerikan di Desa Wini menjelang hingga sesudah Distrik Oecusse resmi menjadi wilayah eksklave Timor Leste.
Saat itu, Oktoviana baru saja lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah Ibu Kota Distrik Oecusse, Pante Makassar, dan hendak melanjutkan pendidikan di daerah yang sama.
“SMP di sana, di Oecusse, Pante Makassar. Terus, SMA mau masuk di sana, tapi kan ada pergolakan pada 1999. Ya tidak jadi. Jadinya sekolah di Oelolok,” ungkap Oktaviana yang merupakan salah satu warga Wini, Kamis (16/11/2023).
Baca juga: Cerita Prajurit TNI di Perbatasan Jadi Primadona Warga Papua Nugini, Beri Pengobatan Gratis 24 Jam
Diketahui, Wini merupakan salah satu desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung dengan Distrik Oecusse. Jarak antara Desa Wini dengan Pante Makassar hanya berkisar 19 kilometer.
Dengan kondisi geografis yang masih satu daratan, tidak sedikit warga Wini memiliki keluarga di Distrik Oecusse. Hal tersebut juga berkesinambungan dengan rumah adat hingga kebudayaan mereka yang serupa.
“Mama (saya) sudah di sini (Wini), tinggal di sini. Nenek doang yang ada di dalam sana (Distrik Oecusse). Iya, (Nenek warga negara Timor Leste). Masih banyak keluarga saya orang Timor Leste,” ujar Oktoviana.
Akibat terjadinya pergolakan di sejumlah daerah, termasuk di Distrik Oecusse, keluarga Oktoviana mengungsi di Wini.
Kala itu, bukan hanya keluarga Oktoviana saja. Sejumlah warga yang bertempat tinggal di Distrik Oecusse memutuskan bertolak ke wilayah Wini.
Namun demikian, Oktoviana menyebut, sejumlah anggota yang tergabung dalam organisasi Dewan Nasional Perlawanan Timor (DNPT) atau Conselho Nacional de Resistência Timorense (CNRT) menghampiri rumah-rumah warga Wini.
“Kalau mereka mau cari masyarakat yang dari sana (Distrik Oecusse), kan datang ke Wini. Karena (warga Distrik Oecusse) banyak yang menginap di kami,” ucap Oktaviana.
“Paling tidak, kita sembunyi dari mereka. Mereka cari tahu sampai dapat, ditangkap. Toh mau diapakan, kami tidak tahu,” tuturnya lagi.
Beruntung, keluarga Oktoviana tidak ada yang tertangkap. Mereka semua dilarikan ke sebuah gunung agar bisa bersembunyi dari kejaran CNRT.
Baca juga: Perjalanan Menuju PLBN Skouw, Menyusuri “Jembatan Jokowi” Sambil Disuguhi Keindahan Alam
“Kalau keluarga Mama tidak, mereka lari semua ke gunung. Selama dua bulan, di atas gunung saja. Di sana mereka hanya makan ubi bakar saja, sembunyi di dalam lubang,” kenang Oktoviana.
Dengan kondisi tersebut, Oktoviana dan sejumlah warga Desa Wini ketakutan. Mereka cemas dan hanya berharap keadaan kembali normal.
“Aih mengerikan itu, kami di sini setengah mati, setiap malam tidak bisa tidur. Karena kita di sini kan tidak jauh jaraknya (dengan perbatasan), antara Timor Leste dengan Indonesia kan enggak jauh,” ungkap Oktaviana.