Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Bencana Kelaparan di Yahukimo Papua yang Dibantah Pemerintah, Ada 24 Orang Meninggal

Kompas.com - 07/11/2023, 05:25 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Pernyataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang menyangkal puluhan orang Papua meninggal karena kelaparan, menuai kritik. Dalam keterangan kepada media, ia mengatakan, "Itu tidak ada yang mati kelaparan. Bahwa di sana ada kekurangan pangan, iya“.

Sorotan terhadap penghalusan makna kata dari "kelaparan“ menjadi "kekurangan pangan“ telah mengundang perbincangan yang lebih luas, bagaimana pemerintahan Jokowi mereproduksi strategi komunikasi orde baru guna mengurangi gesekan di masyarakat.

Dalam keterangannya kepada BBC News Indonesia, tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theo Litaay menjelaskan bahwa maksud pernyataan Ma'ruf Amin adalah "untuk meluruskan berita awal mengenai adanya kematian massal. ternyata tidak ada".

Di sisi lain, Kementerian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan menyiapkan rencana jangka pendek dan panjang untuk menanggulangi kelaparan yang berulang.

Baca juga: Bantahan soal Isu Kelaparan di Yahukimo dan Temuan Nakes Dianiaya KKB

Menghaluskan kata "kelaparan"?

Kabar puluhan orang Papua yang diduga mati kelaparan di Distrik Amuma, Yahukimo, Papua Pegunungan Tengah, mencuat sekitar 25 Oktober lalu. Terakhir, datanya menunjukkan sebanyak 24 orang meninggal, tapi pemerintah belum mengumumkan kesimpulan penyebabnya.

Lima hari kemudian, atau tepatnya 30 Oktober, Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan makan siang bersama tiga bakal capres yaitu Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo di Istana Negara. Foto mereka tersebar dengan “hidangan mewah” di atas meja makan.

Dua hari kemudian, atau pada 1 November, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menanggapi kasus kelaparan di Papua, apa yang disebutnya “kekurangan pangan”.

"Menurut Bupati Yahukimo, itu tidak ada yang mati kelaparan, bahwa di sana ada kekurangan pangan, iya," kata Ma'ruf Amin.

Baca juga: Nakes dari Kemenkes Sebut Tak Ada Bencana Kelaparan yang Menelan Korban Jiwa di Yahukimo

Situasi ini menjadi kritikan pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio.

Kemungkinan, penghalusan kata (eufemisme) “kelaparan” menjadi “kekurangan pangan” terjadi dalam konteks ini, kata pendiri lembaga KedaiKOPI.

“Kejadiannya kurang pas saja, karena pada saat masyarakat kelaparan, presiden menampilkan makanan enak. Itu kurang bagus,” kata Hensat – sapaan Hendri Satrio kepada BBC News Indonesia, Jumat (03/11).

Hensat melanjutkan, tujuan eufemisme “kelaparan” adalah mengurangi polemik di masyarakat.

“Ini baru terjadi di era Jokowi, cerdas sekali memang di pemerintahan Jokowi, dalam mengelola kata-kata,” katanya.

Profesor Firman Noor, peneliti senior Pusat Riset Politik BRIN menilai penghalusan kata “kelaparan” merupakan upaya pemerintah “menyelamatkan muka”.

Musababnya, kata Firman, isu Papua sensitif, masih menyimpan persoalan HAM, kesehatan, sampai pendidikan yang tak kunjung selesai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Pria Misterius Ditemukan Penuh Lumpur dan Tangan Terikat di Sungai Babon Semarang

Pria Misterius Ditemukan Penuh Lumpur dan Tangan Terikat di Sungai Babon Semarang

Regional
Wali Kota Semarang Minta PPKL Bantu Jaga Kebersihan Kawasan Kuliner di Stadion Diponegoro

Wali Kota Semarang Minta PPKL Bantu Jaga Kebersihan Kawasan Kuliner di Stadion Diponegoro

Regional
Korban Tewas Tertimpa Tembok Keliling di Purwokerto Bertambah, Total Jadi 2 Anak

Korban Tewas Tertimpa Tembok Keliling di Purwokerto Bertambah, Total Jadi 2 Anak

Regional
Tingkatkan Pengelolaan Medsos OPD Berkualitas, Pemkab Blora Belajar ke Sumedang dan Pemprov Jabar

Tingkatkan Pengelolaan Medsos OPD Berkualitas, Pemkab Blora Belajar ke Sumedang dan Pemprov Jabar

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com