BLORA, KOMPAS.com - Petani di Desa Sidorejo, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah tetap bercocok tanam padi di tengah musim kemarau. Mereka seolah tidak dilanda bencana kekeringan seperti yang terjadi di sejumlah wilayah lain di Blora.
Mereka memanfaatkan sumur bor untuk mengairi sawahnya. Maka tak heran, selama setahun para petani itu biasanya panen sebanyak tiga kali.
Sawah yang mereka garap hampir tidak pernah ditanami tanaman lain, selain padi. Saat ini, yang sedang tren di kalangan mereka yaitu bercocok tanam padi dengan metode SRI (System of Rice Intensification) Organik.
Seorang petani bernama Supardi mengaku memulai pertanian organik sejak 2021. Dia memutuskan beralih ke organik karena sebelumnya selalu terkendala masalah pupuk kimia yang malah menjadi salah satu penyebab gagal panen.
“Gagal panen setahun atau tiga kali musim. Akhirnya pindah ke organik,” ucap Supardi saat ditemui Kompas.com di lokasi.
Baca juga: SILAT, Ikhtiar Menuju Blora Bebas Anak Tidak Sekolah dengan Digitalisasi
Dua tahun bergelut dengan pertanian organik, Supardi mengatakan ada penambahan pendapatan. Pada musim panen pertama menggunakan sistem pertanian organik, dirinya hanya mampu mendapatkan 5 karung gabah dengan luas lahan 3.000 meter persegi.
“Hasil panen awalnya hanya 5 karung, kemudian meningkat lagi 12 karung, kemudian meningkat lagi 24 karung. Satu karung itu berisi 50 kilogram gabah,” kata dia.
Menurutnya, dengan beralih ke pertanian organik dirinya mendapakan banyak manfaat. Mulai dari kondisi tanah yang kembali subur, tidak tergantung dengan pupuk kimia, dan meningkatkan produktivitas.
Supardi juga mengaku senang padi organiknya menjadi perhatian sejumlah kalangan. Meski diakuinya tak mudah saat memulainya.
“Alhamdulillah senang sekali, mungkin ini suatu tantangan yang perlu dihadapi. Memang pertama ada gejolak dianggap itu apalah dan banyak yang mem-bully atau mencemooh, tapi saat ini para petani lainnya sudah tahu semua perkembangannya, manfaatnya dari organik sudah tahu semuanya,” kata dia.
Sementara itu, Edi Triyanto yang juga menggeluti pertanian organik mengaku hampir setiap hari dirinya pergi ke sawah untuk memastikan padi yang ditanamnya dapat tumbuh dengan baik.
“Ya sehari-hari kita ke sawah nyemprot padi. Pagi hari sebelum matahari terbit kita biasanya sudah ke sawah. Ketika padi mulai disiangi (rumputnya) ya, kita siangi atau matun,” kata dia.
Dia mengaku membuat sendiri pupuk dan pestisida dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang ada di sekitar tanpa mengeluarkan biaya besar.
Misalnya pupuk kandang, baik dari kotoran sapi, kambing ataupun ayam. Kemudian juga ada pupuk kompos dengan tambahan gedebok pisang, dedaunan, dan sekam padi.
“Sehari hari ya semua perangkat untuk pertanian organik ya kita buat sendiri mulai dari kompos, mikro organisme lokalnya dengan POC (pupuk organik cair) kita,” terang dia.