Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecam Tambak Ilegal dan Tongkang Batu Bara, Warga Gelar Aksi Bentang Spanduk "Save Karimunjawa"

Kompas.com - 20/09/2023, 10:31 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JEPARA, KOMPAS.com - Warga Karimunjawa mengecam limbah yang ditimbulkan akibatkan aktivitas tambak ilegal dan tongkang batu bara di laut Karimunjawa.

Masalah itu disuarakan warga bersama Greenpeace Indonesia dan sejumlah komunitas dalam menggelar aksi bentang spanduk bertuliskan 'Save Karimunjawa' di tengah laut dengan menggunakan kayak, Selasa (19/9/2023).

Salah satu Warga Kemujan, Eko Hartanto (38), ikut berkeliling pantai-pantai yang rusak diduga karena pencemaran limbah.

Eko mengatakan, pencemaran itu sudah terjadi sejak 2020 silam.

Baca juga: Wisatawan Ngamuk Kehabisan Tiket ke Karimunjawa, Bupati Jepara Sidak dan ASDP Buka Suara

 

Kala itu, mulai banyak bermunculan lumut di sepanjang tepi pantai sekitar area tambak ilegal.

Faktanya Pantai Cemara tampak hitam tertutup lumut perusak ekosistem laut itu.

"Mulai merasakan penyakit gatal-gatal di bagian pantai sebelah barat, terus pertengahan 2020 sudah ada lumut kecil sudah kelihatan dan semakian gatal, gatal-gatal terus efeknya kayak luka," kata Eko, sembari menunjukkan lumut saat tiba di Pantai Cemara.

Dalam rangkaian aksi Global Climate Strike itu, sebanyak 35 peserta mulai berkeliling dari Pantai Bunga Cabe, Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa.

Mereka menghampiri titik kerusakan dengan mendayung kayak sejauh 4 kilometer.

Peserta lalu membentangkan spanduk bertuliskan 'Save Karimunjawa' di tepi tambak udang ilegal yang masih beroperasi.

Berikutnya rombongan menengok salah satu tambak yang sudah tak beroperasi selama sebulan di Dusun Legonipah, Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa.

Dampak kerusakan masih terlihat parah meski tak ada aktivitas di tambak tersebut.

Rombongan warga Karimunjawa dan komunitas lingkungan membentangkan spanduk di area kerusakan laut akibat aktivitas tambak di Karimunjawa, Selasa (19/9/2023).Greenpeace Indonesia Rombongan warga Karimunjawa dan komunitas lingkungan membentangkan spanduk di area kerusakan laut akibat aktivitas tambak di Karimunjawa, Selasa (19/9/2023).

 

Terlihat sejumlah pipa besar dari daratan menjorok ke laut membelah hutan bakau sepanjang tepi pantai.

Pantai di area tersebut juga dipenuhi lumpur hitam dari sedimen bekas buangan limbah di sana.

Bebatuan karang rusak tak karuan. Sejumlah bangkai ikan mengapung di tepian pantai dan pohon bakau atau mangrove pun mati kering kerontang.

Baca juga: Asap Tebal Masih Menyelimuti Daerah Jatibarang Semarang, Ratusan Siswa Dipulangkan Lebih Awal

"Jika industri ini tidak dihentikan, maka limbah ini lambat laun akan merusak keindahan bawah laut dan menghancurkan pariwisata di Karimunjawa," ujar Dinar Bayu, Koordinator Komunitas dari Greenpeace Indonesia.

Pihaknya mendorong agar pemerintah segera menindak tegas tambak ilegal, mengacu pada Perda RTRW Kabupaten Jepara terbaru, yang melarang adanya tambak di Taman Nasional Karimunjawa.

"Selain itu pengawasan terhadap kapal tongkang batu bara diperketat agar tidak merusak terumbu karang. Sudah seharusnya taman nasional ini dilindungi dari krisis iklim dan berbagai praktik industri merusak, agar keindahan bawah laut Karimunjawa tetap ada untuk selamanya," tutup Dinar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

WN Bangladesh Ditangkap karena Selundupkan Orang dari NTT ke Australia, Tawarkan Jasa lewat TikTok

WN Bangladesh Ditangkap karena Selundupkan Orang dari NTT ke Australia, Tawarkan Jasa lewat TikTok

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Regional
Sosok Ayah di Empat Lawang yang Banting Bayinya hingga Tewas, Masih Berusia 18 Tahun, Sering Aniaya Istri

Sosok Ayah di Empat Lawang yang Banting Bayinya hingga Tewas, Masih Berusia 18 Tahun, Sering Aniaya Istri

Regional
Jadi Korban Banjir Sumbar, Ritawati: Saya Terus Memimpikan Suami yang Hilang

Jadi Korban Banjir Sumbar, Ritawati: Saya Terus Memimpikan Suami yang Hilang

Regional
Penampungannya Jadi Venue PON, Pengungsi Rohingya Dipindah dari Banda Aceh

Penampungannya Jadi Venue PON, Pengungsi Rohingya Dipindah dari Banda Aceh

Regional
Ada Perayaan Waisak 2024, Jam Kunjungan Wisata Candi Borobudur Berubah

Ada Perayaan Waisak 2024, Jam Kunjungan Wisata Candi Borobudur Berubah

Regional
Diduga Jadi Tempat Prostitusi, Belasan Warung Remang-remang di Brebes Disegel Warga

Diduga Jadi Tempat Prostitusi, Belasan Warung Remang-remang di Brebes Disegel Warga

Regional
Kala Prajurit Kopassus Dilantik Tanpa Didampingi Keluarga Usai Jalani Pendidikan di Nusakambangan

Kala Prajurit Kopassus Dilantik Tanpa Didampingi Keluarga Usai Jalani Pendidikan di Nusakambangan

Regional
Usai Santap Makanan Pengajian, Puluhan Warga di Brebes Keracunan Massal

Usai Santap Makanan Pengajian, Puluhan Warga di Brebes Keracunan Massal

Regional
Berkunjung ke Aceh, Menpora Diminta Tambah Anggaran PON Rp 531 Miliar

Berkunjung ke Aceh, Menpora Diminta Tambah Anggaran PON Rp 531 Miliar

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Malam Ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Malam Ini Cerah Berawan

Regional
Tak seperti Pemilu, Peminat PPK dan PPS di Pilkada Menurun

Tak seperti Pemilu, Peminat PPK dan PPS di Pilkada Menurun

Regional
Mengenal Megathrust dan Hubungannya dengan Potensi Gempa dan Tsunami di Indonesia

Mengenal Megathrust dan Hubungannya dengan Potensi Gempa dan Tsunami di Indonesia

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com