SEMARANG, KOMPAS.com- Bakal calon presiden (Bacapres) PDI Perjuangan Ganjar Pranowo menjadi sorotan lantaran terlihat menjadi salah satu talent dalam video azan maghrib di siaran TV nasional.
Pengamat politik Universitas Diponegoro Wahid Abdurrahman turut menyoroti hal itu sebagai peringatan dini isu-isu keagamaan yang rawan dilibatkan dalam kontestaai Pemilu mendatang.
“Ini jadi early warning bahwa ternyata isu-isu keagamaan, khususnya Islam itu ke depan masih akan menjadi isu yang akan digunakan oleh semua kandidat Bacapres,” ujar Wahid melalui sambungan telepon, Senin (11/8/2023).
Baca juga: Mahfud MD Diisukan Jadi Pasangan Ganjar Pranowo, Ini Komentar DPC PDI-P Semarang
Pihaknya menilai, citra Ganjar yang terbangun selama ini masih belum cukup untuk disebut sebagai sosok pemimpin yang Islami bagi publik.
Padahal suara umat muslim yang cukup besar sangat dibutuhkan olehnya untuk pemenangan dirinya pada Pilpres 2024 nanti.
Sehingga, Ganjar dilibatkan dalam tayangan azan maghrib di TV itu untuk menegaskan dirinya sebagai sosok muslim yang taat.
“Model seperti itu senantiasa menjadi cara untuk menarik ya, bagaimana pun kan Jateng, Jabar, Jatim, itu banyak Muslim taat dan santrinya cukup kuat" lanjutnya.
Baca juga: Belum Masuki Masa Kampanye, Bawaslu Tak Bisa Tindak Baliho yang Klaim Jokowi Pilih Ganjar
Meski sekarang belum memasuki masa kampanye, pihaknya menyampaikan peta politik saat ini jelas bila Partai Perindo berkoalisi mendukung PDI-P.
"Ini harus hati-hati, apalagi sekarang peta politik menunjukkan kalau Perindo itu punya jejaring yang cukup kuat,” lanjut Dosen Ilmu Pemerintahan Undip itu.
Dampak dari penggunaan mainstream media dengan menonjolkan isu agama dinilai bakal lebih besar menarik simpati dan suara publik terhadap Ganjar.
“Nanti pasti akan lebih besar lagi saat ditetapkan sebagai Capres, dengan menggunakan isu isu sentimen keislaman untuk menarik pemilih kelompok muslim, khususnya santri,” tegasnya.
Dalam hal ini, pihaknya juga menyinggung peristiwa pasca Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 silam yang memanfaatkan suara kelompok muslim untuk mengantarkan paslon menuju kemenangan.
“Kemudian untuk menarik itu (suara umat Muslim) salah satunya menggunakan isu dan simbol keislaman. Azan, shalat, itu kan untuk menunjukkan bahwa ‘Oh Pak Ganjar ini sosok Muslim yang taat’,” ujarnya.
Pihaknya khawatir, bila isu keagamaan selalu dimainkan jelang Pemilu, maka paslon tak lagi berfokus mengusung gagasan dan program untuk menggaet pemilih.
“Itu bisa menjadi penyebab demokrasi stagnan. Jadi hanya terbatas pada persoalan penampilan saja dan pengakuan seperti Pak Ganjar itu Muslim taat dan rajin salat, tetapi gagasannya menjadi hilang. Harusnya sudah tidak lagi seperti ini,” tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.