KOMPAS.com - Bayu Aji Anwar, pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Hidayatul Hikmah Al Kahfi dilaporkan ke polisi atas kasus pelecehan kepada enam santri perempuannya.
Kasus tersebut terungkap saat salah satu korban, M yang berani mengungkapkan pelecehan yang dialaminya. Pelecehan terjadi saat M masih berusia 15 tahun.
Awalnya M dititipkan oleh orangtuanya ke Bayu Aji untuk belajar mengaji dan dicarikan sekolah.
Hal tersebut diungkapkan pendamping korban dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kota Semarang, Erni Iis Amalia
Menurutnya, selain memiliki ponpes, Bayu Aji juga menyalurkan para santri yang ingin meneruskan sekolah.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Semarang yang Cabuli 6 Santriwati Dikenal Tertutup dan Jarang Bersosialisasi
Rata-rata para santri akan disalurkan ke Kabupaten Malang.
"Sebelum disalurkan ke Malang, para santri tinggal di Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi di Semarang," kata dia.
Saat tinggal di ponpes itu lah, M dilecehkan oleh Bayu Aji. Setelah pelecehan terjadi, korban dikirim ke pondok pesantren yang ada di Malang.
"M berani speak up setelah beberapa korban mengadukan masalah yang sama," ungkap Erni.
Erni mengatakan selain M, ada lima korban lain yang dilecehkan oleh M. Mereka ada FA, ST, TI, IR dan TK. Namun dengan berjalannya waktu, hanya kasus M yang diproses secara hukum.
"Kemudian kasus itu dilaporkan ke Polrestabes Semarang," imbuh dia.
Dikonfirmasi terpisah, Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Donny Lumbantoruan membenarkan jika melakukan penanganan terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Bayu Aji.
"Sudah," kata Donny saat ditanya soal penanganan kasus tersebut melalui pesan WhatsApp.
Saat ini M mendapatkan pendampingan dari Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) yang didalamnya terdapat beragam organisasi perlindungan anak dan perempuan seperti LRC-KJHAM Jateng, LBH APIK Semarang, PBHI Jateng, PKBI Semarang dan LBH Semarang.
Baca juga: Tak Hanya Lecehkan Santriwatinya, Pimpinan Ponpes di Semarang Diduga Gelapkan Sejumlah Uang
Alasannya karena Hidayatul Hikmah Al Kahfi tidak memenuhi syarat utama ketentuan UU Nomor 18/2019 tentang Pesantren.
“Syarat utama ketentuan sebuah pondok pesantren berdasarkan UU Nomor 18/2019 yaitu, minimal santri mukim sebanyak 15 orang, kyai yang bersyahadah dari ponpes dan tinggal di ponpes tersebut," jelasnya saat dikonfirmasi via telepon, Kamis (7/9/2023).
Selain itu, ponpes juga memiliki kitab kuning, bangunan santri yang terpisah antara santri, ada pengasuh dan memiliki kurikulum pesantren yang jelas.
"Semua syarat utama tersebut tidak dimiliki oleh Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi,” terangnya.
Baca juga: Ada Kamar Bawah Tanah di Ponpes Semarang yang Pimpinannya Diduga Lecehkan Santriwati
Ia menegaskan dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi baik yang bersifat administratif maupun mengecek langsung ke lapangan.
"Tidak terdaftar atau bisa dikatakan belum berizin operasional di Kota Semarang. Kita akan segera cek lokasi," kata dia.
Nihayatul Mukaromah mengatakan, pelaku menyebut dirinya adalah seorang kyai dan tak segan menyebut para santri adalah anak durhaka serta berdosa jika tak menuruti kemauannya.
"Dia pakai embel-embel bahwa dia (pelaku) kepanjangan tangan dari orang tua korban," kata dia.
Pelaku juga diketahui mempunyai dua ponpes di Lempongsari dan Semarang Timur.
Salah satu korban juga dijebak pelaku dengan cara diajak ngaji ke salah satu ponpes namun dibelokkan ke hotel.
"Korban dibelokkan ke hotel, modusnya seperti itu," papar dia.
Sementara itu menurut warga sekitar, di bawah bangunan pondok pesantren ada gorong-gorong (ruang bawah tanah) yang dibuat beberapa kamar. Diduga pelecehan juga dilakukan di tempat tersebut.
Baca juga: 6 Santriwati di Semarang Dilecehkan Pimpinan Ponpes, Modusnya Diajak Ngaji tapi Dibelokkan ke Hotel