SOLO, KOMPAS.com - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng) mengakui sejumlah event tahunan yang digelarnya mulai membosankan.
Menyusul adanya pernyataan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang menyindir banyak event terlalu seremonial dan bertele-tele karena banyaknya sambutan para pejabat yang diikutsertakan.
"Yang jelas kalau bosan, iya. Terus, memang harus diubah yang ini sudah kita mulai sambutan-sambutan ada yang kita kurangi dan hilangkan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo Aryo Widyandoko, saat dihubungi, pada Jumat (23/6/2023).
Baca juga: Gibran Sentil Anak Buahnya: Event Pariwisata, tapi Isinya Pejabat-pejabat Pidato
Lanjut Aryo, kondisi ini ada sejumlah faktor yang menyebabkan pergelaran event mengalami penurunan kreatifitas.
"Memang untuk event itu lebih kurang. soal kreator event siapa, kemudian jaringan bagaimana, sifat dari event itu sendiri. Ada event memang pelestarian budaya," ujarnya. Beberapa kendala itu," ujarnya.
"Sifat event itu sendiri untuk pelestarian misalnya karawitan, terus festival bocah, wayang bocoh dolanan anak sifatnya pelestarian. Itu yang apa memang untuk kreativitas memang memerlukan usaha yang lebih," lanjutnya.
Terkait, soal diminta menghadirkan sejumlah tokoh-tokoh kreatif untuk membantu pergelaran. Aryo, mengatakan adanya kendalan anggaran dalam menghadirkannya.
"Sudah dilaksanakan (sudah dilaksanakan) tapi priyayi (tokoh-tokoh) seperti itu juga biasanya sudah punya event sendiri dan lebih besar untuk event-eventnya. Dari Lak Wali memang kita cermati sejak awal sudah kita lakukan," ucapnya.
"Sebenarnya, prinsip soal jaringan yang dimiliki dan terutama pendanaan event bagus atau tidak soal pendanaan sangat menentukan," paparnya.
Baca juga: Sindir Dinas yang Bikin Event Membosankan, Gibran: Isinya Pejabat Pidato, Saya Enggak Mau Nonton
Sebab, untuk pendanaan event di Kota Solo, saat ini sangat terbatas. Yakni, berkisar antara Rp 100 juta hingga Rp 200 juta, sekali pagelaran.
"Dana kita per event Rp 100 juga sampai Rp 200 juga. Misal kayak Solo Menari, kemarin banyak dukungan pekerja seni atau jaringan kreator seni. Terus event SIPA, mungkin Rp 200 juga, itu kan bisa sebesar itu kerjasama yang lain," ujarnya.
"Bahkan ada event, perayaan Hindu kemarin keluar cuma Rp 10 juta. Kita melakukan mungkin soal besarnya event tergantung jaringan yang dimiliki," jelasnya.
Meskipun adanya upaya penghilang acara yang bertele-tele atau seremonial. Aryo mengatakan sulit diubah karena adanya budaya senang didatangi pejabat.
Baca juga: Survei Parameter Indonesia, Gibran Hampir Mustahil Dikalahkan dalam Pilkada Jateng
"Banyak pidato itu nanti kita perbaiki yang lebih kuat. Kemarin sudah, tapi mungkin dari banyak orang atau mas wali masih bertele-tele. Tapi ada budaya kita, event senang didatangi oleh pejabat terutama kreator event. Seneng didatangi penjabat itu yang sudah lama berusaha untuk tidak. Kembali lagi, budaya kita," tutupnya.
Sebelumnya, Gibran menyoroti sejumlah event tahunan di Solo dinilai membosankan. Sebab, rangkaian acara terlalu seremonial, disertai banyak sambutan atau pidato pejabatnya.
"Event tidak boseni (membosankan), event tidak monoton tiap tahunnya. Event pariwisata, tapi isinya pejabat-pejabat pidato," kata Gibran, pada Jumat (23/6/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.