FLORES TIMUR, KOMPAS.com - AA (40) nelayan asal Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditangkap tim Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Dit Polairud) Polda NTT karena kedapatan memiliki bahan peledak.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Kombes Pol. Ariasandy mengatakan, AA ditangkap di pelabuhan penyeberangan Pante Palo, Adonara, Kabupaten Flores Timur pada Selasa (20/6/2023).
"Pelaku ditangkap pada Selasa (20/6/2023) di pelabuhan penyeberangan Pante Palo," ujar Ariasandy dalam keterangannya, Kamis (22/6/2023).
Baca juga: Nelayan Lamongan Ditemukan Tewas Usai Hilang karena Perahunya Terbalik
Ariasandy menuturkan, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi warga bahwa akan ada transaksi jual beli bahan peledak di pelabuhan Pante Palo.
Setelah menerima informasi tersebut, tim melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku.
Dari tangan pelaku, aparat menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya 11 batang detonator atau bahan peledak dalam kemasan, dua kantong kresek hitam berisikan pupuk kurang lebih dua kilogram.
Baca juga: Hiu Paus Mati Terdampar di Perairan Jembrana Bali karena Terjerat Jaring Pukat Nelayan
Satu bungkus rokok, satu buah pemantik, satu unit telepon seluler merek Nokia, satu unit sepeda motor merek Revo hitam tanpa nomor kendaraan dan satu buah Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Selanjutnya, pelaku dan barang bukti dibawa ke markas Polairud Flores Timur untuk diperiksa.
Dari penjelasan pelaku kepada pihak kepolisian, diketahui bahwa satu batang detonator mampu memproduksi 10 botol bom rakitan siap pakai. Kalau 11 detonator, maka bisa memproduksi 111 botol bom siap pakai.
Pelaku juga mengaku, detonator tersebut digunakan untuk menangkap ikan.
"Tentunya akibat penjualan detonator tersebut dapat menimbulkan kerusakan lingkungan seperti ekosistem laut, biota laut, dan lainnya," katanya.
Ariasandy menambahkan, tersangka telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak dengan ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara paling 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.