KOMPAS.com - Fenomena pengemis marah karena tak diberi uang menjadi sorotan.
Beberapa waktu lalu, beredar video yang memperlihatkan seorang pengemis di Kota Probolinggo, Jawa Timur, menoyor kepala seorang perempuan gara-gara tak diberi uang.
Hal serupa juga terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Seorang pengemis melempar sandal ke mobil pengendara karena tak diberi uang.
Baca juga: Viral, Video Perempuan Ditoyor Pengemis karena Tak Beri Uang, Ini Tanggapan Satpol PP
Menurut sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, dua fenomena tersebut menggambarkan adanya pergeseran perilaku dari filantropi menjadi transaksional.
Awalnya, fenomena pengemis berkaitan dengan perilaku filantropi, yang mana saat orang bersedekah bertujuan untuk meringankan beban orang lain.
“Kita bersedekah dengan harapan orang yang tidak mampu bisa tertolong,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/6/2022).
Baca juga: Viral Tak Dikasih Uang, Pengemis di Semarang Malah Lempar Sandal ke Arah Kaca Pengendara
Selain itu, perilaku filantropi erat kaitannya dengan nilai-nilai religius. Ketika orang bersedekah, dia berharap bisa memperoleh pahala.
Namun, seiring waktu berjalan, ditambah dengan makin tingginya tuntutan ekonomi, perilaku mengemis mengalami pergeseran menjadi transaksional.
Bahkan, terang Drajat, pergeseran ini menjadikan tindakan mengemis tak lagi sekadar meminta-meminta, melainkan jadi sebuah pekerjaan.
Karena adanya pergeseran perilaku ini, para pengemis meminta kepada masyarakat untuk mengakui dan menghargai pekerjaan tersebut.
Baca juga: Menyingkap Fenomena Pengemis Marah gara-gara Tak Diberi Uang…