Oleh karena itu, mereka akan marah bila tak diberi uang. Atau dalam beberapa kasus, pengemis merasa tidak dihargai ketika diberi uang receh Rp 100 atau Rp 500.
“Pengemis meminta harus dihargai, bahwa mengemis harus diberi,” ucapnya.
Anggapan mengemis adalah pekerjaan, dapat membuat seorang pengemis bertindak agresif bila tak diberi uang.
“Mereka menganggapnya itu adalah penghinaan dan tidak dihargai. Perilaku transaksional ini basisnya perilaku timbal balik, dasarnya terkait dengan penghargaan-penghargaan yang lebih bersifat instrumental, berupa uang, dan lain-lain,” ucapnya.
Baca juga: Pengemis yang Viral karena Lempar Sandal ke Pengendara di Semarang akan Dikirim ke Rumah Sakit Jiwa
Di samping itu, Drajat juga memandang bahwa pergeseran perilaku ini disebabkan oleh semakin tingginya tuntutan ekonomi.
“Sementara itu, persaingan antarpengemis juga semakin besar, sehingga menuntut mereka segera mendapatkan uang tak hanya Rp 2.000 maupun Rp 4.000, tapi lebih,” ungkapnya.
Adanya tekanan di perkotaan juga mendorong pengemis bertindak agresif.
Baca juga: Pengemis yang Toyor Kepala Pelanggan Ditangkap Petugas, Ternyata Berusia 70 Tahun
Tekanan yang dimaksud Drajat adalah dipersempitnya ruang gerak pengemis lantaran di beberapa daerah mulai menerapkan larangan memberikan uang kepada pengemis.
“Ini membuat peluang hidup mereka di perkotaan makin dibatasi. Mereka dilarang di keramaian. Larangan ini mengurangi ruang dia mendapat peluang ekonomi,” tuturnya.
Tingginya tuntutan ekonomi dan terbatasnya ruang gerak menjadikan pengemis berharap lebih kepada masyarakat agar memberikan uang.
“Mereka menuntut standar tingkat kesalehan yang lebih tinggi,” jelas dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.