SEMARANG, KOMPAS.com - Warga Kota Semarang, Jawa Tengah memiliki tradisi kupatan atau syawalan.
Biasanya, tradisi tersebut dihelat tujuh hari setelah perayaan Idul Fitri.
Momentum kupatan ini pun dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk meraup untung.
Banyak warga yang menjadi penjual ketupat dadakan di sejumlah pasar tradisional di Kota Semarang.
Baca juga: Tradisi Kupatan di Tuban, Ratusan Orang Mandi Bersama di Laut untuk Tolak Bala
Di Pasar Peterongan misalnya. Para penjual ketupat dadakan ini mengaku kebanjiran permintaan masyarakat yang akan merayakan tradisi kupatan dengan memasak ketupat.
Jumadi, salah seorang penjual janur mengatakan, mampu menjual selongsong ketupat rata-rata sebanyak 200 ikat tiap harinya.
"Bisa ratusan setiap hari. Puncaknya hari ini soalnya kupatan jatuh pada hari Senin," ujar dia saat ditemui di Pasar Peterongan Semarang, Minggu (8/4/2022).
Jumadi mengaku sudah berjualan bungkus atau selongsong ketupat sejak tiga hari yang lalu.
Selain selongsong ketupat, janur dari dari pohon kelapa juga banyak dicari pembeli.
"Saya telah melapak di depan Pasar Peterongan sejak tiga hari yang lalu," kata dia.
Dia menjual selongsong ketupat mulai Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu tergantung dengan kualitas, ukuran dan bentuk ketupat yang dipesan.
Baca juga: 6 Resep Ketupat Sayur Enak, Sajikan dengan Sisa Ketupat di Rumah
"Untuk harga memang berbeda-beda, bahannya juga beda,"ucap Jumadi.
Dia mengaku datang ke Pasar Peterongan bersama keluarganya untuk menjual selongsong ketupat dari daerah asalnya di Mranggen, Kabupaten Demak.
"Ini sampingan hanya menjual satu tahun satu kali setelah lebaran," imbuh dia.
Pekerjaan tetapnya merupakan buruh di sebuah pabrik triplek. Hasil dari THR sebagai untuk dibuat modal usaha selongsong ketupat dan janur saat ini.