KOMPAS.com - Hampir enam ratus anak pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri sedang menempuh pendidikan formal di sekolah dasar dan sekolah menengah di berbagai wilayah Indonesia.
Itu menjadi kebijakan yang ditunggu selama bertahun-tahun, karena selama ini mereka dilarang bekerja dan sekolah lantaran pemerintah Indonesia belum meratifikasi konvensi PBB tentang pengungsi.
Di Pekanbaru, Riau, dua anak pengungsi dari Afghanistan dan Pakistan bercerita tentang bagaimana frustasinya mereka saat tak bisa sekolah dan mengapa pendidikan formal penting untuk anak-anak ini.
Dia, Mina Amini. Usianya baru 14 tahun, tapi masa depannya kelabu.
Mina berasal dari Afghanistan, negara yang selama puluhan tahun dilanda perang melawan kelompok militan Taliban.
"Sekarang saya tinggal di Indonesia sebagai pengungsi," katanya memperkenalkan diri kepada wartawan Dina Febriastuti yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: 9 Tahun di NTT, Pengungsi Afganistan Minta Pindah ke Negara Ketiga: Kami Ingin Hidup Normal...
Pertama kali bertemu dengannya, ia terlihat seperti gadis yang periang.
Mengenakan pakaian seragam SMP putih-biru dan berkerudung putih, remaja perempuan ini mengaku senang karena bisa memulai kembali pembelajaran tatap muka.
"Saya senang sekolah di sini," ucapnya dalam bahasa Inggris sembari tersenyum lebar.
Mina sudah lima tahun berada di Indonesia. Ia pergi dari Afghanistan bersama tiga kakak dan ibunya karena tidak merasa aman.
Akibat konflik, Mina sekeluarga kehilangan tempat tinggal. Anak-anak perempuan tak diizinkan sekolah sehingga banyak yang buta huruf.
"Hidup kami dalam bahaya. Kami seperti tidak memiliki hak sebagai manusia," kata dia.
Baca juga: Pertemukan Pengungsi Afganistan dan IOM, Wagub NTT: Kita Akan Cari Jalan Keluar Terbaik