DENPASAR, KOMPAS.com - Dulu ikan gabus (channa) lebih dikenal sebagai ikan yang enak untuk dikonsumsi. Namun belakangan, ikan ini mulai digemari sebagai ikan hias.
Harganya juga makin melambung seiring dengan makin banyaknya pehobi yang memeliharanya.
Baca juga: Kisah Para Perempuan di Bali Menolak Ditaklukkan Pandemi, Kembali Menenun untuk Hidup
Made Rendra Wisnu, pendiri komunitas Bali Channa Lover (BCL) misalnya, mulai menyukai ikan ini sejak 2018.
Ia menyukai gabus karena tidak terlalu sulit memeliharanya. Ikan ini tak seperti ikan hias lainnya yang memerlukan instalasi aerator atau penambah oksigen di aquarium.
Selain itu Ikan ini cukup diberi makan sekali sepekan dengan udang beku hingga jangkrik.
"Dia tak bernapas pakai insang, tapi labirin, mati listrik ndak pusing. Ikan ini bisa tanpa makan dua bulanan. Ditinggal luar kota aman, yang penting ditutup agar tak lompat," katanya di sela-sela pameran ikan gabus di Bronz Cafe, Denpasar, Bali, Sabtu (7/11/2020).
Baca juga: Berhenti Jadi Sopir karena Pandemi, Kini Rian Sukses Beternak Cacing dengan Omzet Jutaan Rupiah
Wisnu menceritakan, ikan gabus eksotis ini memang awalnya dikenal sebagai ikan konsumsi.
Ia tak tahu pasti kapan ikan ini mulai bisa dijadikan sebagai hiasan di ruang tamu. Namun, beberapa tahun terakhir, ikan ini mulai digemari.
Melalui berbagai literatur, ia mulai tahu ternyata di Indonesia banyak ikan gabus yang menurutnya bagus.
Beberapa jenis di antaranya seperti yellow sentarum, red sampit, channa asiatica (strip merah bintik putih/RSWS), dan strip merah (RS).
Ada juga yang dari mancanegara seperti India, Thailand, hingga Myanmar.
Ia mengatakan, biasanya pehobi memelihara ikan gabus yang berasal dari sungai atau danau di Sumatera dan Kalimantan.
Ikan gabus dinilai bagus dari warna, corak, mentalitas, hingga bentuk siripnya.
"Dulu kita tahu hanya tahu gabus warna coklat dan hitam. Ternyata ada yang kuning, merah, oranye," katanya.
Untuk mentalitasnya, ikan ini ternyata sama seperti anjing peliharaan yang mengenal siapa tuannya.