Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak PLTU Indramayu, Warga Bentuk Jatayu dan Berjuang hingga ke Jepang (2)

Kompas.com - 08/06/2020, 08:38 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Beberapa warga Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu dipidanakan karena menolak PLTU Batubara.

Mereka di antaranya adalah Samin, Sukma, dan Nanto yang diamankan seminggu setelah Majelis Hakim PTUN Bandung menyatakan izin lingkungan PLTU Indramayu 2 tidak saha.

Mereka dituduh sengaja memasang bendera merah putih terbalik di dekat lokasi PLTU Indramayu 2 pada Kamis (14/12/2017).

Baca juga: Mereka yang Dipidana karena Menolak PLTU Indramayu (1)

Sementara itu pada bagian kedua, VOA Indonesia menyoroti perjuangan sekelompok warga desa di sekitar PLTU 1 Indramayu Jawa Barat agar dapat hidup tanpa asap batu bara.

Tak hanya di Indramayu, mereka berjuang hingga ke Jepang.

Sejumlah warga desa di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Jawa Barat Indramayu yang berlokasi di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra pada Maret 2015 bertekad membentuk Jaringan Tanpa Asap Batu Bara (Jatayu) Indramayu.

Mereka terdiri dari kelompok warga di Desa Ujunggebang, Desa Sumuradem, Desa Patrol, Desa Patrol baru dan Desa Mekarsari.

Baca juga: Diiringi Tangis Pilu, Puluhan Mahasiswa dan Masyarakat Tolak PLTU

Warga desa bahu membahu berserikat karena terpantik rencana pemerintah yang akan membangun PLTU II 2x1.000 MW di Desa Mekarsari, Desa Patrol dan Desa Patrol Lor, Kecamatan Patrol, serta Desa Sumuradem Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Rencana pembangunan ini merupakan bagian program kebijakan energi nasional 35.000 MW yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Ketua Jatayu Rodi mengaku khawatir pembangunan PLTU Indramayu 2 ini akan membuat petani dan nelayan Indramayu semakin merugi.

Baca juga: Belasan Komunitas Seni Suarakan Tolak Tambang Emas di Aceh Tengah

Apalagi saat ini, kualitas tanaman padi dan palawija milik petani menurun, termasuk jumlah produksinya setelah PLTU 1 beroperasi pada 2011 lalu.

“Pertama yang kelihatan masyarakat di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Patrol, Sukra, Hanjatan, Kandanghaur, bahkan sampai Kecamatan Bongas. Itu pohon kelapa mati dengan serentak tanpa ada penyakit apapun,” tutur Rodi kepada VOA Indonesia pada 29 Februari 2020.

Selain dampak PLTU terhadap usaha tani, warga menurut Rodi, juga resah dengan pencemaran dari abu pembakaran batu bara yang dinilai dapat menimbulkan sakit terutama bagi anak kecil terserang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Baca juga: Kisah Budi Pego, Aktivis dengan Tuduhan Komunis: Tetap Tolak Tambang Emas Usai Dibui (Bagian I)

Sedang hal lain, warga merasakan suhu atau iklim lokal sekitar desa di dekat PLTU menjadi semakin panas dari sebelumnya.

“Sebagian besar sakitnya ISPA. Makanya kalau di Puskesmas Sukra itu sebagian besar yang sakit adalah balita atau di bawah usia 12 tahun,” tambah Rodi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com