Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Bencana Banjir dan Longsor akibat Alih Fungsi Hutan

Kompas.com - 25/02/2020, 20:35 WIB
Farida Farhan,
Dony Aprian

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebut becana banjir dan longsor terjadi akibat masyarakat Indonesia tak lagi menganggap alam terutama hutan sebagai kekayaan spiritual.

Menurutnya, pemikiran tersebut sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak dulu, di mana sekitar 700 bahasa dan keyakinan yang ada di negeri ini terinspirasi dari hutan.

"Masyarakat yang saat ini masih beranggapan hutan adalah kekayaan spiritual relatif tidak kena banjir dan tidak kena longsor. Karena pemahaman spiritual, hutan harus dirawat, dijaga dan dipuja. Dipuja artinya dipelihara," ungkap Dedi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/2/2020).

Baca juga: Dedi Mulyadi Bantah Ridwan Saidi, Sebut Kerajaan Galuh Tidak Fiktif dan Ada Buktinya

Dia menambahkan, saat masyarakat masih menganut animisme dan dinamisme bukan untuk menyembah pohon dan batu melainkan memuliakannya.

Hanya saja, konsep berpikir tradisional tersebut kini dipinggirkan karena dianggap tertinggal maupun musrik.

Padahal, dia menilai orangtua zaman dulu sangat kuat dalam membentuk karakter manusia Indonesia.

"Padahal waktu itu orang tida mengenal UU, orang tahunya tradisi. Orang merawat alam dengan tradisi," katanya.

Barulah ketika negara beralih konstitusi dan menjadi negara maju, segalanya berpijak terhadap UU.

Baca juga: Dedi Mulyadi: ISIS Itu Kejahatan Ideologi, Tak Usah Didiskusikan Lagi

Meski UU sudah ada, masyarakat saat ini malah tidak taat seperti yang dilakukan bangsa Eropa.

"Nah yang jadi problem kita saat ini adalah mistik tentang hutan dihilangkan, tapi UU-nya dilanggar dan penegakkan relatif lemah," ucap dia.

Meski demikian, kata Dedi, yang lemah dari keduanya yakni orang berpendidikan yang mengaku mampu menangani masalah dengan beragumentasi menggunakan narasi akademik untuk mengalihfungsikan hutan.

Termasuk soal tata kota dengan membuat argumentasi penataan hutan.

"Mereka tidak merasa dosa ketika melanggar (mengalihfungsikan dan merusak). Akibatnya, timbulah bencana," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com