Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Harga Cabai Naik Jadi Omong, Giliran Harga Baju Naik Tak Ribut

Kompas.com - 27/01/2020, 13:31 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengkritik lembaga yang kerap menyebut harga produk pertanian menyebabkan inflasi.

Menurut Dedi, stigma penyebab inflasi itu kerap disampaikan, terutama ketika menjelang bulan puasa (Ramadhan).

"Stigma itu menyebabkan produk pertanian sulit berkembang. Produk pertanian selalu menjadi kambing hitam inflasi, terutama menjelang bulan puasa," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon seusai menggelar rapat kerja nasional pertanian di Jakarta, Senin (27/1/2020).

Baca juga: 5 Tahun Dampingi Jokowi, Mentan Klaim Turunkan Inflasi hingga Capai Swasembada Beras

Namun, kata dia, perlakuan itu berbeda ketika harga baju dan sewa transportas naik saat menjelang puasa. Kenaikan harga itu tidak disebut penyumbang utama inflasi.

"Kalau beli produk pertanian, semua ngomong inflasi. Ketika lebaran, orang ribut omong harga cabai, bawang, kol, dan lainnya. Tetapi mereka tak pernah meributi harga baju naik. Sepatu naik. Sewa mobil naik dan harga tiket naik," katanya.

Dedi mengatakan, selain stigma inflasi, problem di dunia pertanian lainnya adalah daya dukung lingkungan yang menurun dan perubahan iklim. Kemudian kerusakan hutan dan gunung, pencemaran sungai serta menyempitnya areal pertanian.

Daya dukung sumber daya mausia juga menjadi bagian dari problem pertanian. Kata Dedi, minat usaha pertanian menurun karena sitgma negatif bahwa bertani itu kotor dan kumuh.

Lalu, problem pertanian lainnya adalah penurunan daya dukung masyarakat terhadap produk pertanian. Masyarakat lebih menyukai impor dibanding beli produk pertanian dalam negeri.

Kemudian perlakuan diskriminasi kebijakan untuk petani. Misalnya, subsidi untuk petani disebut inefisiensi.

"Tapi ketika orang-orang kaya ngemplang bank, harus diganti oleh keuangan negara. Investasi diberikan kepada orang kaya, terus hilang seperti kasus Jiwasraya, itu tak disebut inefisien. Padahal subsidi pertanian itu dinikmati jutaan orang," kata mantan bupati Purwakarta itu.

Dedi mengatakan, problem-problem pertanian itu harus dicari solusinya. Terkait masalah menyempitnya lahan pertanian, harus ada revisi rencana tata ruang dan wilayah.

"RTW harus ada pilihan, mau kembangkan tambang atau pertanian," katanya.

Baca juga: Jelang Akhir Tahun, Pemprov Sulsel Antisipasi Terjadinya Inflasi

Kemudian pertanian diintgrasikan dalam sistem pendidikan. Mata pelajaran siswa di sekolah bisa dipadukan dengan pertanian atau disebut sekolah alam.

"Matematika itu bisa belajar menghitung dengan objek produk petanian," katanya.

Lalu solusi problem lainnya seperti stigma inflasi dan inefisiensi subsidi, itu berkaitan dengan kesadaran dan pemahaman pemerintah tentang arti penting pertanian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com