Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takut Jadi Korban Harimau, Perambah Hutan Lindung Tinggalkan Kebunnya

Kompas.com - 19/12/2019, 14:30 WIB
Aji YK Putra,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

PAGARALAM, KOMPAS.com - Para perambah hutan lindung di Desa Tebat Benawa, Kelurahan Penjalang, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, mulai meninggalkan kebunnya karena takut menjadi mangsa harimau.

Seperti diketahui, tiga kejadian tewasnya petani kopi yang diterkam harimau terjadi di kawasan lokasi habitat harimau yang masuk ke hutan lindung.

Ketua Adat Desa Tebat Benawa, Budiono (57) mengatakan, aktivitas perambahan hutan lindung telah berlangsung sejak puluhan tahun.

Bahkan, saat ini luasan hutan yang dirambah telah mencapai ratusan hektare.

Menurut Budi, para perambah hutan lindung tersebut merupakan masyarakat luar Desa Tebat Benawa. Mereka membuka lahan untuk ditanami kopi dan tanaman lainnya.

"Tapi untuk sekarang tidak ada lagi yang datang ke sana (hutan lindung). Seluruh kebun mereka (para perambah) sudah ditinggalkan sejak kejadian kemarin," kata Budi, Kamis (19/12/2019).

Baca juga: Teror Jejak Harimau Palsu di Lahat, Polhut BKSDA: Dibuat dari Kaus Kaki

Budi menerangkan, jarak antara perkampungan dengan hutan lindung sekitar 2 jam perjalanan dengan melintasi hutan rakyat dan hutan adat.

Jalur yang ditempuh pun hanya jalan setapak licin dan bertanah merah.

Para perambah itu masuk ke hutan lindung tanpa sepengetahuan warga. Mereka datang melewati berbagai jalur menuju ke hutan lindung untuk membuka lahan.

Usai lahan dibuka, warga tersebut biasanya akan membuat semacam pondok sebagai tempat tinggal selama berkebun.

Baca juga: Teror Hewan Sepanjang 2019: Tawon Ndas, Harimau, hingga Ular Kobra

Warga sekitar pun tidak memiliki wewenang melarang para perambah hutan tersebut.

"Tapi kalau yang dirambah itu adalah hutan adat. Kami tidak ada ampun untuk mereka (para perambah). Karena dari zaman dulu hutan adat adalah warisan nenek moyang kami. Tidak ada satupun yang boleh menebang pohon di sana," jelasnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com