Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Agar Bangsa Tidak Hilang, Hak Kepemilikan Tanah Harus Diatur Ulang

Kompas.com - 24/01/2019, 22:29 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin Daerah Jawa Barat Dedi Mulyadi mengsulkan kepada pemerintah agar kelak undang-udang yang mengatur tentang hak kepemilikan atas tanah dikaji ulang.

“Harus ada batasan, masyarakat minimal punya tanah berapa meter. Jangan sampai ada warga Indonesia yang tidak memiliki tanah sedikit pun tetapi ada orang Indonesia juga yang memiliki tanah terlalu luas,” kata Dedi saat ditemui di Plaza Hotel, Purwakarta, Kamis (24/1/2019).

Dedi mengatakan, hal tersebut nantinya bakal sejalan dengan reformasi agraria yang tengah digalakkan oleh Presiden Joko Widodo.

“Keberpihakan Pak Joko Widodo hari ini kepada masyarakat kecil dengan membagikan sertifikasi tanah, terutama tanah-tanah negara, kemudian disertifikatkan kepada warga. Ke depan harus terus digalakkan dengan catatan siapa pun yang menerima sertifikat itu tidak boleh dijualbelikan,” tuturnya.

Baca juga: Ini Alasan Jokowi Percepat Berikan Sertifikat Tanah Untuk Rakyat

Lebih lanjut Dedi mengatakan, dengan mengatur hak atas kepemilikan tanah kepada masyarakat, ancaman hilangnya kedaulatan bangsa akan diminimalisasi karena akan lahir ikatan kebangsaan yang konkret dan melahirkan watak kebangsaan yang lebih beradab, yakni dengan ikatan kepemilikan.

“Hari ini yang terjadi di Indonesia setiap orang nyaris tidak punya ikatan. Ibunya lahir di mana rumahnya di mana. Mungkin dalam lima tahun ke depan, orang sudah tidak tahu lagi ibunya lahir di rumah mana, rumahnya di mana, kampungnya apa. Karena kampungnya sudah berubah, rumahnya sudah dijual, nama kampungnya sudah diganti jadi Grand Victoria, ini yang menjadi ancaman di Indonesia,” tuturnya.

Berkaca dari budaya di Jepang, lanjut Dedi, hak atas kepemilikan tanah sangat diperhatikan. Salah satu contoh yang diutarakannya adalah hak kepemilikian tanah pertanian. Tanah yang diwariskan turun-temurun tidak boleh dijual demi diwariskan kembali ke generasi penerusnya.

“Di Jepang, pewaris pertanian hanya satu orang walaupun anaknya lima. Coba bayangin di Indonesia sekarang, punya hak atas tanah, ibunya belum meninggal, bapaknya belum meninggal, sudah dibagi-bagi. Masing-masing sudah dijual. Ini yang akan menjadi ancaman problem kemiskinan bangsa masa depan,” ujar Dedi.

Baca juga: Jokowi Bagikan 2.500 Sertifikat Tanah di Blitar

“Jadi hilangnya bangsa itu dimulai dari hilangnya nama. Setelah hilangnya nama nanti hilang tempat. Nanti hilangnya kepemilikan, nanti hilangnya asasi terhadap negara itu sendiri,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com