Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ingin Dibilang "Ndeso", Pemilik Nama "Sugeng" Se-Indonesia Bikin Paguyuban

Kompas.com - 25/02/2018, 23:00 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BAWEN, KOMPAS.com - William Shakespeare mengatakan, “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi".

Akan tetapi diakui atau tidak, ada nama-nama lokal yang dianggap identik dengan figur seorang yang kuno, tidak mentereng, kuno, katrok, ndeso, miskin dan berparas jelek.

Salah satu nama yang dikonotasikan "ndeso" ini adalah "Sugeng", sebuah nama Jawa yang mungkin hampir punah.

Berangkat dari keprihatinan itu, pemilik nama "Sugeng" dari seluruh Indonsia bahkan dunia berhimpun dalam Paguyuban Sugeng Indonesia (PSI).

Didasari kesamaan nama dan keterikatan batin untuk pemberdayaan diri, mereka sepakat untuk keluar dari stereotip tidak menyenangkan tersebut dengan cara meningkatkan kapasitas dan kualitas diri.

Baca juga : Kisah Bajindul, TKI di Korsel yang Sukses Jadi Vlogger Ndeso

Seperti yang dilakukan PSI pada Minggu (25/2/2018) siang. Mereka menggelar pelatihan barista. Pelatihan ini digelar di Sekretariat PSI Jawa Tengah di Perumahan Bawen Pukit Permai F48.

"Orang tahunya Sugeng itu wong ndeso, wong mlarat, disitu kami terikat dalam satu hati untuk memberdayakan diri dan meningkatkan silaturahmi termasuk meningkatkan kepekaan sosial. Intinya Sugeng harus bermanfaat buat lingkungan dan masyarakat sekitarnya," kata Ketua Umum PSI yang juga Ketua Umum Yayasan Sugeng Sejahtera, Sugeng Pujiono.

Menurut Pujiono, pelatihan barista ini bukan untuk mencetak sebagai orang yang pinter di baristawan tetapi membuka wawasan agar pemilik nama Sugeng bisa membuka warung kopi dan kuliner.

Pihaknya berharap, dengan membuka warung kopi ini, Sugeng-Sugeng di Indonesia bisa memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi.

Baca juga : Guyon Santai di YouTube, Kaesang Jawab Pertanyaan Masalah Ndeso

"Sebelum memberdayakan masyarakat luas, teman-teman anggota paguyuban Sugeng harus berdaya dulu. Jadi, hari ini kita berikan pelatihan barista kopi untuk teman-teman di Jawa Tengah," jelasnya.

Menurutnya, orang bernama Sugeng memiliki potensi cukup besar bila disatukan dalam hati dan diberdayakan kemampuannya untuk lingkungan dan masyarakat.

Menurut Sugeng, anggota resmi PSI sudah mencapai 2.635 orang yang tersebar di seluruh Indonesia, paling banyak berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Jumlah itu diyakini akan terus bertambah, menyusul orang bernama Sugeng yang bergabung di grup facebook "Paguyuban Sugeng" mencapai lebih dari 9.000 orang dari seluruh dunia.

"Orang yang punya nama Sugeng cukup beragam, mereka berasal dari berbagai status sosial. Mulai pengangguran sampai pejabat tinggi, profesi apa saja ada. Ini potensi yang luar biasa jika mereka disatukan dalam satu hati," ucapnya.

Baca juga : Saat Budayawan Cela Jokowi Presiden Paling Ndeso

PSI ini, lanjutnya, mempunyai tujuan mulia untuk memberdayakan masyarakat Indonesia.

Selain pemberdayaan ekonomi, Sugeng mengatakan, PSI sudah memiliki program di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial. Rencananya PSI akan mendirikan sekolah, klinik kesehatan dan panti asuhan.

"Kami sedang memetakan nama Sugeng berdasarkan pekerjaannya untuk dikumpulkan dan membuat pelatihan-pelatihan sesuai pekerjaan masing-masing untuk ditransfer ke masyarakat," jelasnya.

Kompas TV 8 paguyuban seni gamelan  memecahkan rekor permainan gamelan non-stop selama 66 jam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com