Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Kontras, Pelanggaran HAM di Sumut Masih Tinggi

Kompas.com - 10/12/2017, 08:13 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Sumatera Utara (Kontras Sumut) menilai bahwa penegakan hak asasi manusia sepanjang 2017 masih jauh dari harapan.

Koordinator Badan Pekerja Kontras Sumut Amin Multazam Lubis mengatakan, Kontras mencatat ada 118 kasus pelanggaran HAM yang dialami di daerah tersebut. Catatan ini tidak jauh berbeda dari tahun 2016, di mana ada 123 kasus pelanggaran HAM.

"Angka pelanggaran yang berhasil kami tabulasi (tahun ini), masih terbilang tinggi. Korbannya adalah 94 orang terluka, 15 orang meninggal dunia, dan 21 orang dikriminalisasi," kata Amin, Sabtu (9/12/2017).

Menurut Amin, pemerintah semestinya dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM pada tahun ini. Terlalu muluk-muluk bila persoalan penegakan HAM digantungkan hingga 2018 karena kondisi politik tahun depan akan semakin disibukkan dengan urusan politik.

(Baca juga : Tantangan Jurnalis Meliput Isu Agama di Indonesia)

Dalam catatan Kontras, ada tiga klasifikasi pelanggaran HAM yang paling menonjol di Sumut. Ketiganya adalah konflik agraria, penyalahgunaan wewenang oleh aparat keamanan negara, serta ancaman terhadap kebebasan berserikat, berekspresi dan menyampaikan pendapat.

Hal itu tidak berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam praktiknya, ketiga jenis pelanggaran HAM tersebut bisa saling berkaitan.

"Beberapa kasus konflik agaria, awalnya persoalan masyarakat versus perkebunan yang saling klaim kepemilikan tanah. Akhirnya terjadi tindak kekerasan yang dilakukan aparat, kebanyakan saat keamanan melakukan demonstrasi," kata Amin.

Kontras juga mencatat bahwa aparat kepolisian masih mendominasi sebagai pelaku kekerasan. Menurut dia, polisi terlibat dalam 39 kasus pelanggaran HAM.

Pendekatan penyelesaian masalah menggunakan cara-cara kekerasan menjadi satu fenomena yang hingga saat ini belum bisa dihilangkan oleh polisi.

"Di banyak kasus, polisi justru melakukan penegakan hukum dengan cara-cara yang dinilai sangat melanggar hukum," ujar Amin.

Ia mengambil contoh pengendalian demonstrasi mahasiswa saat memperingati Hari Pendidikan Nasional beberapa waktu lalu. Mahasiswa malah dianggap melakukan tindakan anarkistis dan aksinya dihentikan dengan cara kekerasan.

(Baca juga : Dikeroyok Puluhan Pria dengan Membabi Buta, Mahasiswa USU Kritis)

"Mahasiswa dipukuli sampai satu orang kritis, kemudian ditahan dan dijadikan tersangka. Proses penahanan yang dalam penilaian kami menabrak prosedur yang berlaku," kata dia.

Amin juga menyoroti aktor lain dalam pelanggaran, antara lain TNI (20 kasus) dan Satpol PP (10 kasus). Dalam beberapa kasus, TNI dianggap terlibat langsung dalam bentrok imbas konflik agraria dengan masyarakat.

(Baca juga : Penuntasan Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Jalan di Tempat)

Konflik agraria tetap signifikan mewarnai catatan kelam pelanggaran HAM di Sumut. Sebagai daerah tambang dan perkebunan, Sumut belum bisa aman dari konflik pengelolaan sumber daya alam.

Pada 2016, terjadi 49 titik konflik agraria. Tahun ini terjadi 43 kasus yang mengakibatkan 27 orang luka-luka dan 11 orang dikriminalisasi.

Tanah-tanah di areal eks hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara II menjadi zona paling rawan terjadi bentrok dengan menyumbang 12 kasus. Sejak 2002 hingga sekarang persoalan tanah-tanah bekas HGU PTPN II belum juga menemukan formulasi penyelesaian.

Dari sisi aktor, bentrok di areal eks PTPN II tidak lagi berlangsung secara vertikal (antara masyarakat dan perkebunan). Sepanjang 2017, konflik sudah didominasi perebutan lahan antara petani penggarap, mafia, kelompok tani, dan para organisasi kepemudaan yang saling klaim kepemilikan lahan.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com