KILAS DAERAH

Kilas Daerah Jawa Tengah

Ada "Serangan" atas Dirinya, Ganjar Pilih Membiarkan

Kompas.com - 28/11/2017, 16:37 WIB
Josephus Primus

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com - Suhu politik jelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng 2018 mulai memanas. Hal ini dibuktikan dengan maraknya sejumlah isu dan serangan kepada sejumlah kandidat kuat yang akan maju dalam perhelatan tersebut, termasuk petahana Ganjar Pranowo.

Terbaru, media sosial dikejutkan dengan sebuah foto di Twitter yang menyebutkan adanya lembaran kuesioner yang diedarkan ke masyarakat Jateng. Kuesioner berjumlah tiga lembar tersebut berisi tentang respons masyarakat terkait kinerja pemerintah Jawa Tengah.

Namun anehnya, di dalam kuesioner itu ada beberapa pertanyaan yang terkesan janggal. Misalnya,  pertanyaan kepada masyarakat terkait keterlibatan Ganjar dalam kasus jumbo korupsi e-KTP, hingga kasus "papa minta saham".

Nama Ganjar beberapa kali disebut dalam pertanyaan kuesioner itu. Selain soal kasus e-KTP, nama politisi PDI Perjuangan itu juga disebut dalam pertanyaan mengenai pabrik Semen Rembang.

Selain Ganjar, nama kandidat lain pada Pilgub Jateng 2018 Sudirman Said juga disebut. Namun, pertanyaan mengenai Sudirman Said berbeda dengan pertanyaan tentang Ganjar yang lebih tendensius. Bahkan seolah menjatuhkan Ganjar dan mengunggulkan Sudirman Said.

Saat dikonfirmasi, Ganjar menanggapi santai. Ia tidak mau pusing dengan hal-hal semacam itu.

"Wis ben dijarke wae (sudah biarkan saja). Mungkin ada orang yang ingin memanfaatkan itu. Lihatnya tendensius, tapi ya wis jarke wae (biarkan saja)," kata Ganjar di Semarang, Selasa (28/11/2017).

Harus netral

Munculnya survei tersebut ditanggapi serius oleh Direktur Lembaga Pengkajian dan Survey Indonesia (LPSI), Muchamad Yulianto. Menurut dia, survei yang dilakukan lembaga harus mengedepankan unsur netralitas dan objektivitas.

"Survei itu ada etika dan tata kramanya, harus netral dan tidak boleh menyudutkan," kata Yulianto.

Dosen Universitas Diponegoro tersebut menerangkan, lembaga survei tidak boleh membuat atau menyebar opini yang menyudutkan salah satu pihak. Jika hal itu terjadi,  bisa dikatakan survei itu melanggar etika.

"Kalau tidak netral dan justru menyudutkan, berarti etika sudah dilanggar. Itu tidak boleh terjadi," tegasnya.

Menanggapi survei tersebut, Yulianto mengatakan sebenarnya tidak masalah asalkan dua sosok yang ditampilkan dalam survei itu mendapat porsi yang sama. Jika salah satu pihak diterangkan kelebihan dan kekurangannya,  pihak lain juga harus sama.

"Selain itu, jawaban juga tidak boleh model tertutup, biarkan masyarakat memiliki opsi jawaban lain agar tidak terkesan dipaksa untuk menentukan jawaban," tegasnya.

Menurut Yulianto, penyebutan nama Ganjar Pranowo dalam kasus e-KTP dalam survei tentang kondisi Jawa Tengah sudah tidak sesuai. Menurutnya, tidak ada hubungannya kondisi Jawa Tengah dengan kasus mega-korupsi itu.

Di lain sisi, adanya survei yang janggal tersebut belum diketahui secara pasti oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng. Pimpinan pada dua lembaga itu enggan memberikan komentar terkait survei tersebut.

"Saya tidak bisa berkomentar, karena survey itu diluar tahapan pencalonan gubernur," kata Komisioner Bawaslu Jateng, Fajar Saka.

Hal senada disampaikan Ketua KPU Jateng, Joko Purnomo. Ia juga mengaku enggan memberikan komentar. "Saya tidak berkompeten untuk menjawab itu, karena saya tidak tahu sumber surveinya dan targetnya apa," ucapnya. (KONTRIBUTOR JAWA TENGAH/ANDI KAPRABOWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com