Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bisikan dari Jogja" untuk Jokowi-JK

Kompas.com - 23/10/2017, 12:44 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Untuk merefleksi dan evaluasi bidang kebudayaan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, acara "Bisikan dari Jogja" digelar. Kegiatan berisi seminar dan focus group discussion (FGD) ini menghasilkan beberapa poin. 

Salah satunya mengenai kondisi lembaga pendidikan saat ini. Ketua steering commite (SC) "Bisikan dari Jogja" Buya Syafii Maarif mengatakan, kelompok radikal menganut teologi kebenaran tunggal. Karenanya, tidak ada kebenaran di luar paham mereka.

"Ini kan repot, mereka membunuh keberagaman kita," ujar Buya Syafii Maarif dalam jumpa pers pemaparan hasil rekomendasi "Bisikan dari Jogja", Minggu (22/10/2017).

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini melanjutkan, teologi kebenaran tunggal bisa membahayakan institusi pendidikan di Indonesia termasuk agama.

"Ini bukan saja berbahaya bagi perguruan tinggi, dunia pendidikan, tetapi juga bahaya bagi agama. Lama-lama agama ditolak orang, agama tidak lagi menghidupkan hati nurani, kreativitas, otak dan hati, tetapi agama menjadi mematikan," tegasnya.

(Baca juga : Survei Kompas, Masalah Hukum dan Ekonomi Masih Jadi PR Jokowi-JK)

Cendikiawan Ignas Kleden menyampaikan, persoalan radikalisme yang semakin marak di perguruan tinggi negeri maupun swasta akan memengaruhi culture and output pendidikan.

"Pemerintahan Joko Widodo ke depan harus betul-betul memperhatikan bagaimana culture pendidikan akademis di Indonesia ini. Jangan sampai kemudian terjadi semacam pertarungan antara pencerahan dengan radikalisme," tandasnya.

Ignas Kleden menuturkan, target dari kelompok radikal ini terutama adalah perguruan-perguruan tinggi.

Satu yang menarik dan sudah didukung hasil risert di seluruh dunia, program studi yang terkait dengan science dan engineering menjadi sasaran yang mudah dimasuki radikalisme.

Sebab menurutnya, kecenderungan tradisi pemikiran-pemikiran di dua bidang tersebut linier. Selain itu, dialog dan perdebatan yang terkait dengan persoalan-persoalan doktriner sangat jarang dilakukan.

(Baca juga : 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Kedaulatan Pangan Belum Maksimal)

"Tanpa harus kemudian melakukan diskriminasi. Tetapi paling tidak Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi aware, salah satu target dari radikalisme itu justru ada di perguruan tinggi kita. Ke depan perlu ada kebijakan, perguruan tinggi menjadi wahana atau program gerakan deradikalisasi," urainya.

Bidang Mentifact juga menyoroti mengenai manipulasi politik. Kampanye dimainkan di tingkat primordial sampai muncul frase "perang suci" dan membangkitkan isu komunisme.

Karena itu diperlukan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panwaslu yang melarang penggunaan isu-isu primordial dan radikal dalam kampanye.

Seminar dan FGD yang digelar juga melihat adanya gejala menyatunya kekuatan koruptif. Sehingga perlu ada upaya memperkuat lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, Kepolisian dan Kehakiman.

"Bisikan dari Jogja" digagas Pusat Kajian Demokrasi dan Hal Asasi Manusia, Universitas Sanata Dharma (USD), Penerbit Galangpress, dan sejumlah institusi pendidikan serta elemen-elemen civil seciety di Yogyakarta, seperti CRSC UGM, Program Pascasarjana ISI Yogya, Fakultas Fisipol UAJY Yogya, Maarif Institut, Syarikat Indonesia, dan elemen lainnya. 

Kompas TV Terpaan Hoaks dalam Pemerintahan Jokowi-JK (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com