Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Tidak Ada Siswa Bodoh, Tidak Ada Siswa Nakal”

Kompas.com - 19/07/2017, 11:54 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com – Memasuki tahun ajaran baru, orangtua terutama ibu banyak yang deg-degan ketika mengantarkan anaknya sekolah. Ada perasaan cemas. Mulai dari khawatir anaknya tidak bisa mengikuti pelajaran hingga ketakutan anak tak bisa beradaptasi.

Kekhawatiran tersebut hal yang wajar. Walaupun pada dasarnya, setiap anak tidak ada yang bodoh maupun nakal. Orang dewasalah yang memberi label bodoh dan nakal tersebut terhadap anak.

“Dalam quantum teaching, tidak ada siswa yang yang bodoh dan tidak ada siswa yang nakal. Yang ada adalah siswa yang belum berkembang karena cara pembelajarannya yang belum cocok antara guru dengan anak,” ujar Asep Mahfudin salah satu mentor acara Amitra Berbagi Berkah di Bandung, belum lama ini.

Asep menjelaskan, ada metode dasar dalam mengenal gaya belajar siswa, yakni visual, auditori, dan kinestetik. Dengan mengetahui gaya belajar siswa, guru akan lebih mudah menyampaikan pembelajaran.

(Baca juga: Hari Pertama Sekolah, Medikbud Ingatkan soal Pendidikan Karakter)

 

“Kalau siswa visual, dengan melihat mereka akan memahami yang diajarkan guru. Auditori melalui pendengaran, dan kinestetik lebih ke gerakan. Jadi kalau kinestetik harus ngalamin dulu,” ucap Asep.

Materi tersebut disampaikan di hadapan 200 orang guru se-Kota Bandung. Ratusan guru yang berasal dari SD, SMP, SMA, dan SMK ini selain mendapatkan materi soal gaya belajar, otak kiri dan kanan, secara keseluruhan dibekali dengan metode pendidikan PAKEM.

PAKEM merupakan singkatan dari Partisipasi, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Metode ini digunakan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar.

Metode pendidikan ini mengedepankan konsep student centered serta learning is fun yang membuat siswa tidak akan merasa terbebani dengan proses belajar mengajar.

Salah satu peserta pelatihan, Tatat mengaku, pelatihan semacam ini penting untuk penyegaran. Apalagi bagi guru yang sudah mengabdi puluhan tahun seperti dirinya, pelatihan merupakan pembaruan pengetahuan dan semangat baru.

Walaupun di lapangan, hal tersebut sulit dilakukan. Salah satu persoalannya, jumlah siswa yang terlalu banyak, sehingga guru kesulitan untuk memperhatikan siswa satu per satu.

“Dan itu cukup melelahkan. Apalagi saya memegang banyak kelas. Namun tentunya kami tetap melakukan yang terbaik,” tutupnya.

Kompas TV Ada Sekolah Gratis untuk Siswa Baru yang Gagal Seleksi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com