Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ziarah Syukur Suku Wapulaka di Puncak Gunung Susudu

Kompas.com - 14/11/2016, 20:17 WIB
Defriatno Neke

Penulis

BUTON SELATAN, KOMPAS.com – Hawa dingin menusuk tulang menyelimuti pagi di Gunung Susudu, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara.

Matahari belum terlihat ketika orang-orang tua muda, pria, dan wanita dari Desa Bahari, Kecamatan Sampolawa, Buton Selatan, mendaki jalan berbukit menuju puncak gunung, tempat tanah leluhur Suku Wapulaka.

Seorang tokoh masyarakat Suku Wapulaka, La Kali, mengatakan bahwa puncak Gunung Susudu merupakan tanah leluhur warga Desa Bahari.

Perjalanan warga ke tanah nenek moyang mereka itu merupakan ritual adat Riapa atau syukuran masyarakat desa atas hasil panen laut selama setahun.

"Ini ritual adat wujud syukur hasil panen laut yang dilakukan setiap tiga tahun sekali atau setahun sekali. Siapa pun boleh mengikuti ritual adat ini, walaupun orang tersebut berasal dari kota," kata La Kali, Senin (14/11/2016).

Sebelum jarum jam menunjuk pukul 06.00 Wita, puluhan warga Suku Wapulaka mulai berkumpul di baruga atau tempat pertemuan adat desa.

Tak lama kemudian, warga mulai berjalan kaki menulusuri jalan setapak. Mereka harus melewati 12 bukit untuk bisa mencapai puncak gunung.

Keringat mulai bercucuran saat matahari mulai menampakkan cahayanya di balik rerimbunan pepohonan.

Puncak Gunung Susudu setinggi 1.000 meter ini dipercaya sebagai kediaman orang pertama di suku tersebut.

"Tahun 1987 dipindahkan dari gunung ke kampung. Orang yang pertama kali menginjak tanah leluhur harus melakukan ritual cucundu," ujar La Kali.

Cucundu artinya tanda di kening. Seorang wanita yang merupakan tokoh adat membacakan doa dan memberikan tanda pada kening setiap warga suku yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di tanah leluhur.

Bila dahulu tanda tersebut diberikan dengan kapur, kini tanda tersebut diberikan dengan tanah.

Setelah itu, warga mulai mendatangi kuburan tua yang telah diperbaiki dan terdapat patung kecil terbuat dari kayu.

Kuburan tersebut dipercaya sebagai kuburan Lapangera atau kuburan orang pertama Suku Wapulaka.

"Ini ziarah keagamaan budaya dan mengenang leluhur. Lokasi kuburan yang indah dan sejuk, dan hutan ini hutan adat, jadi dilarang untuk menebang hutan. Jadi sejak dahulu, nenek moyang kita sudah melarang untuk menebang hutan sembarangan," kata La Kali.

Seorang warga desa, Iyan, mengaku baru pertama kali menapakkan kakinya di puncak Gunung Susudu. Ia terpesona akan adat Suku Wapulaka yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini.

"Di atas puncak gunung, udaranya sangat sejuk dan nyaman. Apalagi hutannya masih rimbun karena hutan adat, jadi tidak bisa dipotong," ujar Iyan.

Dari atas gunung, terlihat laut teluk Desa Bahari yang indah. Dari sana juga tampak Desa Bahari dengan pantainya yang putih.

Usai membacakan doa, para warga Suku Wapulaka meninggalkan puncak gunung dan kembali menuju Desa Bahari dan akan datang kembali pada ritual berikutnya.

KOMPAS.com/DEFRIATNO NEKE Keindahan teluk Desa Bahari dilihat dari atas ketinggian puncak gunung susudu di Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com