Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melindungi Hak TKI di Sarawak Melalui Pengesahan Perkawinan

Kompas.com - 28/09/2016, 20:44 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SARAWAK, KOMPAS.com - Upaya perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Sarawak salah satunya melalui pelaksanaan sidang itsbat nikah yang digelar Kementerian Agama melalui Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang diinisiasi Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Kuching.

Sidang tersebut berlangsung selama tiga hari mulai hari Senin (26/9/2016) hingga Rabu (28/9/2016).

Konsul Jenderal KJRI Kuching, Jahar Gultom mengatakan pelaksanaan sidang tersebut tak terlepas dari dukungan pemerintah Sarawak yang sedikit "melonggarkan" peraturan perundang-undangan yang berlaku di Malaysia.

"Kita tahu bahwa pelaksanaan perkawinan bagi tenaga kerja asing, termasuk TKI, memang seharusnya menurut peraturan di Sarawak tidak diperbolehkan, tidak dimungkinkan," ujar Jahar, Rabu (28/9/2016).

Namun, sebut Jahar, fakta di lapangan bahwa TKI yang datang bekerja di Sarawak, bertemu jodoh dan melangsungkan perkawinan di tempat bekerja. Para TKI ini tersebar di berbagai perusahaan perkebunan kelapa sawit, industri manufaktur, dan berbagai bidang pekerjaan lainnya.

"Mereka bertemu jodoh, dan melangsungkan perkawinan di tempat mereka bekerja," ucapnya.

Namun masalahnya adalah apabila kemudian kedua pasangan itu memiliki anak dan harus berpisah (cerai), maka status anak ini yang menjadi masalah kelak di kemudian hari. Itsbat nikah ini, selain untuk meresmikan pernikahan yang sudah dilakukan secara agama, juga untuk memberikan kepastian hukum untuk anak yang lahir hasil dari perkawinan tersebut.

Kehadiran Menteri Kebajikan Wanita dan Pembangunan Keluarga Sarawak, Datuk Hajah Fatimah Abdullah dalam sidang itsbat nikah tersebut, jelas Jahar, sempat menjadi dilema tersendiri. Pasalnya, kehadiran Fatimah bisa dinilai mendukung TKI untuk melaksanakan pernikahan di Sarawak.

"Itu melawan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dalam Sarawak Labour Ordinance,"ujarnya.

Sementara itu, Fatimah mengatakan, meski penuh risiko, atas dasar kemanusiaan dan hak dasar manusia ia mengamini terselenggaranya itsbat nikah tersebut, karena Sarawak melarang tenaga kerja asing yang bekerja di membawa keluarga mereka ke tempat kerja.

"Kedatangan saya murni sebagai dukungan terhadap kemanusiaan, murni karena faktor humanity, ya kita lihat saja nanti," ujarnya.

Fatimah menjelaskan, seorang anak harus memiliki identitas yang jelas, yang tentu berasal dari pernikahan yang terdata dan diakui secara undang-undang. Untuk itu setiap pernikahan orangtua harus terdata atau dicatatkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang, sehingga anak tidak kesulitan mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara.

"Anak akan kesulitan untuk bersekolah jika pernikahan orangtua mereka tidak terdata. Padahal bagi seorang anak tentu akan sangat tidak nyaman, ketika melihat anak-anak seusianya bisa bersekolah dan dia tidak, karena tidak adanya dokumen kewarganegaraan," ujarnya.

Secara khusus Fatimah juga memberi apresiasi terhadap sidang isbat nikah tersebut. Acara ini, menurut dia, sangat besar implikasinya pada keluarga.

"Bagi saya, ini satu usaha yg baik dalam usaha kita mendirikan keluarga dan membina keluarga yang bahagia. Ini upaya yang baik dalam membangun anak-anak kita," sebutnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com