Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepenggal Kisah Bakti Kaum Disabilitas terhadap Negara

Kompas.com - 17/08/2016, 13:04 WIB
Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Terik matahari pagi Kota Bandung mengantar Teti, Herinisa, dan Sismi menapaki tiap jengkal lantai tanah halaman Gedung Indonesia Menggugat (GIM).

Dengan ditopang tongkat, Teti dan Sismi mengapit Herinisa yang duduk di kursi roda dengan tangan menggenggam bendera merah putih.

Seusai mengikat tali pada ujung bendera, tangan Harinisa merentang sebagai tanda sang saka merah putih siap dikibarkan.

Alunan nada lagu Indonesia Raya pun mengggema di tengah raungan suara kendaraan di jalanan.

Begitulah sepenggal gambaran kegiatan upacara peringatan HUT ke-71 RI yang diikuti para penyandang disabilitas di halaman Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Rabu (17/8/2016).

Upacara yang diikuti puluhan difabel dan anak jalanan itu berjalan khidmat. Keterbatasan fisik tak menghalangi niat bakti para kaum difabel terhadap negara.

Bagi kaum difabel, kemerdekaan dimaknai sebagai momentum memperjuangkan hak untuk mendapatkan pelayanan yang sama.

"Bagi saya Indonesia belum merdeka. Diskriminasi masih saja terjadi. Kita ingin seperti kalian, mendapat perlakuan yang sama dan bisa merasakan pelayanan yang sama," kata Teti (42).

Kurang menunjangnya fasilitas umum bagi kaum disabilitas menjadi secuil persoalan yang belum mampu dibenahi pemerintah saat ini.

Sismi (47) menuturkan, salah satu contoh belum berpihaknya pemerintah terhadap penyandang disabilitas adalah ketersediaan trotoar yang masih belum bisa dinikmati para difabel.

"Di Bandung ini fasilitas untuk kami belum cukup. Trotoar banyak dipakai pedagang, gedung pelayanan publik pun belum sepenuhnya menyediakan fasilitas untuk kami. Padahal kami ingin juga bisa datang ke gedung pemerintahan tanpa bantuan orang lain," keluhnya.

Diskriminasi dalam dunia kerja pun masih terjadi. Herinisa mengatakan, kebijakan pemerintah terhadap kaum difabel dalam hal lapangan kerja masih jauh dari harapan.

"Poinnya adalah aksesbilitas dan fasilitas. Untuk akses lapangan kerja saja kami sangat kesulitan," ujarnya.

Aden Ahmad, salah seorang difabel menjelaskan, upacara kemerdekaan yang dilakukan penyandang disabilitas membawa pesan bahwa kaum difabel masih memiliki nilai kecintaan terhadap bangsa meski keberpihakan negara belum terasa.

"Salah satu pengalaman saya yang paling menyakitkan ketika saya melamar pekerjaan ke Dinas Perhubungan Kota Bandung. Belum sempat menyerahkan berkas lamaran, saya sudah ditolak. Dari situ saya tidak mau lagi melamar pekerjaan. Saya harap kondisi itu tak terjadi kepada yang lain," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com