Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Pusat Jadi Pengendali Batam

Kompas.com - 07/01/2016, 15:28 WIB
BATAM, KOMPAS — Untuk bisa bersaing dengan Singapura dan Johor Bahru di Malaysia, pengelolaan Batam, Kepulauan Riau, harus oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak punya kewenangan dan kemampuan untuk mencapai tujuan itu. Pemerintah juga harus serius mengembangkan pelabuhan di Batam.

"Tidak adil membandingkan Batam dengan Singapura dan Iskandar Development Region di Johor Bahru. Singapura dikelola setingkat negara. Iskandar juga oleh perwakilan pemerintah federal Malaysia. Kenapa (pengelola) Batam malah mau dijadikan setingkat daerah?" tutur pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Internasional Batam, Suyono Saputro, Selasa (5/1), di Batam.

Seperti diberitakan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan ada dualisme kewenangan di Batam antara Badan Pengusahaan (BP) dan Pemerintah Kota Batam. Akibatnya, Batam sulit berkembang. Karena itu, ada wacana BP Batam dibubarkan dan status kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Batam dihapus. Setelah BP Batam dibubarkan, kewenangan pengelolaan Batam akan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Kepri. Status Batam akan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (Kompas, 31/12/2015).

Pembubaran BP Batam, menurut Suyono, bukan menyelesaikan masalah. Bahkan, ada potensi timbul berbagai masalah jika wacana yang dilontarkan Tjahjo itu jadi diwujudkan.

Lebih baik BP Batam dikuatkan sebagai lembaga pusat dan dikendalikan Presiden. "Alasan paling pokok, Singapura dan Iskandar punya berbagai fasilitas yang hanya mungkin diberikan oleh pemerintah pusat. Batam akan bisa menyaingi Singapura, seperti yang diinginkan Presiden, jika punya hal serupa. Pemerintah provinsi tidak punya kewenangan untuk memberikan aneka fasilitas itu," paparnya.

Alasan lain, pembubaran BP Batam akan menimbulkan ketidakpastian baru. Padahal, salah satu alasan pembubaran adalah menghilangkan ketidakpastian berusaha. "Ada ribuan dokumen terkait dengan investasi harus dialihkan ke lembaga baru kalau BP Batam bubar. Bagaimana pemerintah menjamin proses itu lancar?" ujarnya.

Ia mengakui selama ini Batam memang tidak berkembang. Padahal, Batam mendapat banyak fasilitas. "Pemerintah pusat ikut andil dengan perkembangan sekarang. Ribuan hektar lahan di Pulau Rempang dan Pulau Galang tidak bisa dimanfaatkan karena Mendagri menetapkan kedua pulau dalam status quo. Padahal, Batam kesulitan lahan untuk menampung investor baru. Ada banyak peraturan buatan pusat yang saling bertentangan," katanya.

Pemerintah juga tidak kunjung membangun pelabuhan layak untuk Batam. Pelabuhan terbesar di Batam hanya berkapasitas 600.000 TEU per tahun. Sebaliknya, Singapura bisa menangani 35 juta TEU dan Johor mencapai 15 juta TEU. "Bagaimana mungkin daerah industri bisa berkembang kalau tidak punya pelabuhan layak? Membangun pelabuhan butuh dana tidak sedikit dan daerah tidak punya kemampuan untuk itu," tuturnya.

Sementara Direktur Promosi Investasi BP Batam Purnomo Andi Antono mengatakan, sebagian perizinan memang selesai di BP Batam. Namun, sebagian lagi masih harus diurus di instansi-instansi pemerintah pusat dan harus diurus di Jakarta. "Beberapa pihak menyarankan kewenangan-kewenangan itu dilimpahkan ke Batam. Berdasarkan pengalaman, BP Batam siap melaksanakan. Akan tetapi, kami tidak tahu kenapa tidak mendapat pelimpahan," tuturnya.

Andi juga mengungkapkan, beberapa hari terakhir para pengusaha di Batam bingung. Karena itu, BP Batam akan segera mengumpulkan pengusaha dan menyampaikan penjelasan. "Hal yang harus dipahami, sampai sekarang belum ada keputusan resmi tentang status Batam dan BP Batam. Dahulu, status ditetapkan dengan undang-undang dan PP. Jika harus ada pergantian, maka harus diterbitkan peraturan pengganti yang setara. Ucapan sebagian pihak tidak bisa dijadikan acuan," ujarnya.

Tidak fokus

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kepri Bidang Investasi Harris Marsanto mengatakan, sulit mengharapkan Batam berkembang jika BP Batam dipertahankan. BP Batam sudah tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. "BP Batam justru menghambat pertumbuhan investasi di Batam. Kondisi itu lebih dipicu organisasi BP Batam yang tidak dikelola pihak berkompeten," ujarnya.

Batam dinyatakan tidak berkembang sesuai rancangan. Kota itu disiapkan menjadi kota pelabuhan dan industri untuk memanfaatkan kedekatan dengan Selat Malaka. Namun, sekarang Batam terus kehilangan pamor sebagai daerah industri. "Sejumlah perusahaan hengkang dari Batam dalam beberapa tahun terakhir," ucapnya.

Batam sekarang, antara lain, harus menghadapi masalah permukiman, ketersediaan lahan, dan aneka persoalan lain yang tidak sesuai dengan rencana pengembangannya. Tumpang tindih peraturan dan lembaga pengelola, pungutan liar, dan masalah ketenagakerjaan membuat Batam terus kehilangan daya saing. Bahkan, daya saing Batam di bawah kota industri lain di Indonesia. Padahal, Batam didorong menjadi kawasan industri yang seharusnya bersaing di tingkat regional.

Adapun Ketua Kadin Batam Jadi Rajaguguk menuturkan, pengusaha mendesak pemerintah segera mengakhiri ketidakpastian di Batam. "Kami tidak mengerti keputusan mana yang benar. Tidak ada kepastian gara-gara pernyataan seorang menteri. Pengusaha resah karena pernyataan gegabah pejabat negara," tutur Jadi.

Jadi merujuk pada Tjahjo yang awalnya menyatakan BP Batam akan dibubarkan dan status KPPB Batam diganti menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. Kemudian Tjahjo meralat pernyataan itu. Menurut siaran pers Kementerian Dalam Negeri, status BP dan Batam akan diputuskan setelah ada kajian.

Pernyataan Tjahjo dinilai tidak sejalan dengan keinginan pemerintah memperlancar investasi dan meningkatkan daya saing. Pernyataan itu menambah kebingungan dan ketidakpastian berusaha di Batam. Padahal, pemerintah selalu menyatakan ingin memberikan kepastian berusaha di Batam dan di daerah-daerah lain di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com