Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Mulai Bertanam, Suku Waliabuku Menari Selama 4 Malam

Kompas.com - 24/12/2015, 14:46 WIB
Kontributor Baubau, Defriatno Neke

Penulis

BAUBAU, KOMPAS.com -"Ooo...Saareee...pekalapea tetenaganda...." terdengar suara lantang nyanyian seorang lelaki tua sambil memukul gendang .

Beberapa laki-laki yang juga sudah berusia tua, duduk didekat orang nyanyian sambil ikut memukul gendang, gong dan gamelan.

Suara alat musik tradisional itu menimbulkan susunan irama yang beraturan. Tak lama kemudian, keluar dua perempuan dan dua lelaki berusia muda dari balik ruang.

Dua wanita yang menggunakan sarung adat buton dan selendang terlihat bergerak mulai menari. Kedua pasangan tersebut menari dengan tangan satu persatu bergerak mengikuti irama dari alat musik yang dipukul dari para lelaki tua tersebut.

Inilah tarian pajugi yang selalu digelar dalam pesta adat dalam suku Waliabuku, di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

"Kebetulan saat ini kami sedang melangsungkan pesta adat atau pesta kampung. Jadi ada tarian Pajugi ini. Tarian ini kami lakukan selama empat malam berturut-turut dan sebentar terakhir," kata tokoh adat suku Waliabuku, Asman (36), Kamis (24/12/2015).

Pesta adat yang dilakukan suku Waliabuku, Kelurahan Waliabuku Kecamatan Kalia-lia, Kota Baubau, selalu dilaksanakan setiap tahunnya.

Pesta adat tersebut bertujuan memanjatkan doa kepada Tuhan untuk memulai penanaman padi maupun tanaman perkebunan lainnya agar dapat menghasilkan hasil pertanian melimpah.

"Lahan masyarakat kan sudah bersih jadi sebelum menanam dilakukan acara adat. Tarian pajugi ini maknanya dilakukan untuk mensyukuri rakyat sudah bersatu dan bisa menanam di kebun," ujarnya.

Asman menambahkan tarian Pajugi ini dilakukan secara berpasangan untuk semua umur. Tarian ini dilakukan pukul 20.00 hingga pukul 03.00 dinihari. Sehabis tarian pajugi, dilanjutkan dengan tarian Linda mulai pukul 03.00 hingga pukul 15.00.

"Tarian Linda ini dilakukan empat orang wanita dengan menggunakan baju adat Buton dan selendang. Setelah tari Linda dilanjutkan tari Tangaru yang dimainkan laki-laki. Saya juga ikut menari sebentar," tutur Asman.

Dia menyebutkan pesta adat dan tarian ini telah ada sejak zaman nenek moyangnya dahulu. Sempat terhenti, di tahun 1992 tradisi pesta adat dan tarian ini digelar kembali.

"Kami ingin terus mempertahankan dan menjaga kelestarian adat kami agar tidak punah. Apalagi tradisi ini telah ada sejak kakek buyut kami," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com