Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Rekomendasi Palsu di Pilkada Cederai Demokrasi

Kompas.com - 05/08/2015, 19:07 WIB
Kontributor Bandung, Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Beredarnya dugaan surat rekomendasi palsu yang diberikan sejumlah partai politik kepada bakal pasangan calon kepala daerah yang akan maju pada pilkada serentak di Tanah Air sangat memprihatinkan.

Pengamat politik Universitas Pasundan Bandung, Nunung Sanusi menilai, jika fenomena maraknya surat rekomendasi palsu di pilkada itu terbukti benar, itu sangat membahayakan demokrasi. Fenomena itu merupakan preseden buruk dan akan berdampak negatif pada citra parpol dan demokrasi.

“Seharusnya parpol sudah siap menghadapi sistem pilkada serentak, karena sudah diatur UU. Pilkada ini kan sudah ada mekanismenya, jadi parpol harus siap kalau mau terlibat, dan mengikuti mekanisme itu," ungkap Nunung, Rabu (5/8/2015).

Tahapan-tahapan parpol dalam melakukan pencalonan kepala daerah, baik dari internal parpol atau mendukung kader di luar parpol, harusnya sudah diatur internal parpol.

"Di internal parpol juga sudah ada juklak dan juknisnya terkait pilkada. Jadi, kalau ada surat rekomendasi bodong sebenarnya itu sudah mencederai mekanisme," ujar Nunung.

Dari sisi mekanisme dan aturan main, pilkada serentak harus lebih baik dan memberikan harapan kepada rakyat. Pengalaman tiga periode, menurut dia, cukup memberikan pengalaman untuk membangun demokrasi.

"Jangan sampai pelaksanaan Pilkada ini lebih buruk, apalagi diwarnai rekomendasi bodong, itu sangat memalukan. Kalau sudah diawali dengan kebohongan pertama, maka selanjutnya akan ditutupi dengan kebohongan lainnya,” imbuhnya.

Nunung berharap, rakyat cerdas mencermati mekanisme pilkada yang sedang berjalan. Rakyat bisa menghukum calon kepala daerah yang terbukti melakukan kebohongan dengan tidak memilihnya.

Di Mamuju Utara, misalnya, Panita Pengawas Pemilihan menyatakan KPU Kabupaten Mamuju Utara diduga kuat telah melakukan pelanggaran administrasi karena tidak cermat dan tidak memperhatikan Formulir Model B-1 KWK parpol saat menerima berkas dari pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Abdullah Rasyid dan Marigun Rasyid. [Baca juga:

Menurut Ketua Panitia pengawas Pemilihan Mamuju Utara Nasrul Natsir, dalam Formulir Model B-1 KWK Parpol dari DPP Partai Golkar yang diajukan pasangan bakal calon Abdullah Rasyid dan Marigun Rasyid diduga kuat ada indikasi ketidaksesuaian redaksi. Dalam formulir B-1 KWK dari DPP Partai Golkar versi Agung Laksono itu tertulis Kabupaten Labuhan Batu Selatan, yang seharusnya Mamuju Utara.

Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah juga dilaporkan sedang menelusuri beredarnya dugaan rekomendasi palsu yang diberikan sejumlah partai politik pada bakal pasangan calon kepala daerah yang akan maju pada pilkada di 21 kabupaten/kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com