Aktivis dari Narasita dan Aliansi Perempuan Sleman mendatangi kantor KPU Sleman, Rabu (24/6/2015) siang. Mereka menuntut penggantian maskot yang dinilai tidak universal karena memihak pada golongan jender tertentu.
Hal tersebut terlihat dari penggunaan panggilan "Pakde" yang berarti paman dan pakaian tradisional Jawa untuk pria berupa blangkon dan sorjan.
Ketua Narasita, Renny Anggriana, mengatakan, penggunaan simbol-simbol yang mengarah pada jender tertentu itu dianggap tidak mengakomodasi demokrasi dan sikap netralitas. Padahal, penyelenggara pemilihan umum seharusnya tidak menunjukkan sikap condong pada golongan tertentu.
"Atribut yang digunakan secara eksplisit dan implisit berkonotasi pada laki-laki," paparnya dalam audiensi tersebut.
Menurut dia, kondisi ini seolah mengarah pada pemilih laki-laki atau memilih laki-laki. Dengan demikian, maskot tersebut dinilai tidak netral dan bias jender serta perlu diganti.
"Maka, kami menilai bahwa harus ada revisi penggunaan kata dan simbol yang netral," kata dia.
Renny juga meminta KPU Sleman untuk lebih memperhatikan substansi pilkada untuk mewujudkan demokrasi. Di sisi lain juga memperhatikan partisipasi masyarakat.
"Baik perempuan maupun laki-laki, dan yang memilih ataupun dipilih," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.