Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Palsukan Akta Perusahaan Alat Kesehatan, Dokter Divonis MA 6 Bulan Bui

Kompas.com - 23/03/2015, 11:36 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Setelah terbukti bersalah telah melakukan pemalsuan surat akta pendirian PT Hardlent Medika Husada (HMH) milik dari FM Valentina, dokter Hardi Soetanto, divonis penjara selama 6 bulan. Vonis tersebut berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), pada 19 Januari 2015 lalu.

Kasus pemalsuan akta pendirian PT HMH tersebut adalah kasus keluarga antara Valentina, Dirut PT HMH, dan dokter Hardi, mantan suaminya.

Menurut Sutrisno, kuasa hukum Valentina, pihaknya mendesak pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang segera menahan Hardi. Desakan itu berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 19 Januari 2015 lalu terkait kasus pidana dugaan pemalsuan surat sesuai pasal 266 KUHP yang sebelumnya dilaporkan oleh Valentina ke Polresta Malang.

Adapun isi putusannya mengharapkan Kejari Malang untuk mengeksekusi Hardi.

"Karena dokter Hardi, secara terbukti bersalah melakukan pemalsuan surat akta pendirian, yang sama sekali tidak pernah memiliki saham. Namun dia hanya mengaku telah memiliki saham di PT HMH. Ia dinyatakan bersalah dan dihukum penjara 6 bulan," kata Sutrisno membacakan hasil keputusan kasasi MA, Senin (23/3/2015).

Berdasarkan dengan putusan MA tersebut, lanjutnya, pihaknya berharap Pengadilan Negeri (PN) Malang, segera mengirim salinan berkas putusan ke Kejari Malang.

"Kepada Kejari, kami berharap untuk segera melakukan eksekusi terhadap dr Hardi. Jika lambat dalam melakukan eksekusi, kami akan melaporkan ke Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan," tegasnya.

Dengan adanya putusan MA tersebut, laporan Valentina ke Polresta Malang, soal dugaan pemalsuan surat sudah terbukti dan diuji oleh Mahkamah Agung.

"Dokter Hardi sudah dinyatakan bersalah dan melanggar pasal 266 KUHP tentang pemalsuan surat," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Valentina melaporkan Hardi ke Polresta Malang dengan tuduhan pemalsuan surat memberikan keterangan palsu dalam akta pernyataan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Hardlent Medika Husada No 17 tertanggal 17 Maret 2012.

Setelah melalui proses penyidikan panjang, polisi lalu menetapkan Hardi sebagai tersangka. Selanjutnya, dengan nomor perkara 142/Pid.B/2013/PN Mlg, Hardi mulai menjalani sidang di PN Malang. Dalam putusan tertanggal 23 Desember 2013, PN Malang telah memutus bebas dr Hardi. Padahal sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman penjara selama 1 tahun.

Atas putusan bebas tersebut, Kejari Malang lalu melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sidang kasasi dipimpin oleh Dr Artidjo Alkostar SH LLM. Dalam sidang kasasi, dr Hardi diputus bersalah dan dihukum selama 6 bulan kurungan penjara. Selain perkara pidana, tambah Sutrisno, Mahkamah Agung juga memutus kasus perdata yang dilaporkan Valentina.

Ketua Majelis Hakim Dr H Abdurrahman SH MH dengan dua hakim anggota, Dr Zahrul Rabain SH MH dan Dr Habiburrahman M.hum, telah mengabulkan gugatan Valentina. Putusan gugatan pada 10 Juli 2014 dengan nomor gugatan 679.K/Pdt/2013.

“Sebelumnya kasus perdata ini, PN Malang sudah memenangkan dan mengabulkan gugatan perdata klien saya, dengan nomor 71/Pdt.G/2012/PN Malang. Namun, dr Hardi selaku tergugat tidak terima dan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Oleh PT Surabaya gugatan klien saya dikalahkan sesuai dengan nomor 317/Pdt/2013/PT Sby. Namun, setelah kasasi ke MA, gugatan klien saya kembali dikabulkan," katanya.

Ada beberapa poin putusan yang ditetapkan oleh MA. Diantaranya, menyatakan RUPSLB PT Hardlent Medika Husada yang dilaksanakan di Malang pada 13 Maret 2012 adalah tidak sah dan batal demi hukum. Menyatakan akta pernyataan berita acara RUPSLB PT Hardlent Medika Husana nomor 17 yang dibuat dihadapan Eka Cahyono SH, Notaris di Malang adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

"Selain itu, MA juga menetapkan bahwa tergugat I (dr Hardi Soetanto) dan tergugat II (Lisa Megawati) tidak memiliki/bukan pemegang saham PT HMH. Menghukum tergugat II untuk membayar ganti kerugian kepada penggugat sebesar Rp 180 juta," jelasnya.

Secara terpisah, Kombes Pol Teddy Minahasa Putra, mantan Kapolresta Malang, yang pernah menangani perkara ini mengatakan, pihaknya bersyukur atas putusan MA dan permohonan kasasi kasus tersebut. Karena dokter Hardi diduga memang melanggar pasal 266 KUHP.

"Sejak korban melaporkan kasus tersebut ke Polresta Malang, telah mencium aroma hadirnya mafia hukum dan makelar kasus selama proses penyidikan. Bahkan dengan terang-terangan ada beberapa petinggi Polri (Jenderal) yang mengintervensinya. Namun bagi saya, kebenaran harus dijunjung tinggi dan keadilan harus diwujudkan," tegasnya saat dihubungi, hari ini.

Dengan putusan MA tersebut, dirinya mengaku bangga sebagai generasi muda bangsa karena masih ada dan tersisa sikap profesionalisme dan adil pada sistem penegakan hukum di Indonesia.

"Seandainya pada tingkat kasasi pun sulit mendapatkan rasa keadilan, maka hancurlah sistem penegakan hukum di Indonesia,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com