Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aniaya Mahasiwa yang Demo Perdagangan Manusia, Polisi Akan Semakin Dibenci

Kompas.com - 03/12/2014, 02:56 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KUPANG, KOMPAS.com - Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), menilai polisi yang melakukan penganiayaan kepada mahasiswa saat demo soal trafficking (perdagangan manusia) di depan markas Kepolisian Daerah (Polda) NTT, membuat polisi akan semakin dibenci masyarakat.

“Sikap arogansi yang dilakukan oleh polisi terhadap mahasiswa dan pengrusakan marga Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Kupang, menunjukan boroknya polisi. Sikap yang dipertontonkan tersebut membuat polisi akan semakin dibenci oleh masyarakat,” kecam Koordinator Padma Indonesia wilayah NTT, Felixianus Ali kepada Kompas.com, Selasa (2/12/2014).

Sangat jelas sekali kata Felixianus, jika mahasiswa melakukan aksi demo untuk mendesak pimpinan Polri dan Kapolda NTT segera menyeret oknum perwira tinggi di Polda NTT ke meja hijau karena dugaan kuat turut mendukung adanya mafia perdagangan manusia. Menurut Felixianus, dengan menganiaya mahasiswa dan pengrusakan marga PMKRI, sebenarnya secara tak langsung polisi sendiri telah melukai institusinya sendiri.

Karena itu, Polda NTT harus berani membuka dan mengumumkan kepada masyarakat luas dengan menyebutkan siapa-siapa yang membekingi mafia perdagangan manusia di NTT.

“Jangan tutupi kasus perdagangan manusia yang diduga melibatkan petinggi-petinggi Polda NTT dengan cara bermain kekerasan terhadap mahasiswa. Jika itu yang dilakukan, maka polisi adalah penjahat kemanusiaan yang harus dilawan sampai titik darah penghabisan demi tegaknya keadilan dan perdamaian di Indonesia,” tegas Felixianus.

Padma Indonesia, kata dia, tak terima dengan cara-cara tidak manusiawi yang dibuat oleh polisi, khususnya Polda NTT terhadap mahasiswa dalam menuntut keadilan dan kebenaran sehingga Kapolda NTT harus bertanggung jawab atas insiden itu dan Kapolda harus menyelesaikan kasus perdagangan manusia yang makin marak di NTT yang diduga kuat melibatkan oknum petinggi Polda NTT.

“Polisi harus berani secara ksatria membuka aibnya sendiri supaya masyarakat di NTT percaya dengan institusi polisi,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 20 anggota Kepolisian Daerah (Polda), Nusa Tenggara Timur (NTT) berseragam lengkap, diduga mengeroyok seorang mahasiswa Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang dan melakukan perusakan di sekretariat (Marga Juang) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang di Jalan Soeharto, Kelurahan Naikoten I, Kecamatan Kota Raja.

Belum diketahui penyebab penganiayaan dan pengrusakan tersebut, tetapi diduga kuat karena aksi mahasiswa yang menggelar demontrasi sambil membakar ban bekas.

Terkait aksi brutal polisi itu, Kepala Bidang Humas Polda NTT AKBP Agus Santosa membantah polisi menganiaya mahasiswa dan merusak markas PMKRI.

“Perlu saya sampaikan bahwa kejadian tersebut tidak benar. Tidak ada penganiayaan terhadap mahasiswa maupun perusakan terhadap sekretariat PMKRI. Kejadian yang sebenarnya adalah tadi ada kegiatan unjuk rasa oleh mahasiswa Unwira yang dikawal oleh petugas dari Polresta Kupang, mulai berangkat dari kampus Unwira sampai selesai kegiatan, dan kembali ke kampus Unwira,” jelasnya.

Agus melanjutkan, setelah anggota Polresta Kupang selesai mengawal mahasiswa Unwira, anggota pun kembali ke Polresta. Namun tiba-tiba datang aktivis PMKRI menggelar unjuk rasa di depan Mapolda NTT dengan membakar ban dan blokade jalan. Aksi itu mengganggu ketertiban umum dan membuat takut pelajar yang kebetulan pulang sekolah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com