Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Sulitnya Hidup di Pedalaman Malinau

Kompas.com - 02/12/2014, 12:22 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

MALINAU, KOMPAS.com - Saya (reporter Kompas.com Fabian Kuwado) merasa bosan, siang hari kemarin. Pesawat yang mengangkut Bupati Malinau Yansen Tipa Padan, tidak kunjung tiba. Kebosanan sirna sudah ketika saya memilih mengobrol dengan penduduk di pedalaman.

Dari sebuah rumah kayu yang dijadikan ruang tunggu di Lapangan Terbang Henoc Merang Iban, Desa Long Sule, Kecamatan Kayan Ilir, Malinau, Kalimantan Utara, saya berjalan ke belakang rumah. Di sana ada sekitar 10 warga lokal sedang asyik mengobrol sambil sesekali menghisap rokok. Saya memilih menghampiri tiga pemuda yang duduk di teras rumah kayu kecil yang ternyata adalah toilet.

"Halo Bang," saya menyapa.

Sejujurnya saya bingung dengan panggilan kepada laki-laki sebaya. Mereka membalas dengan ucapan, "selamat siang, Mas".

Kami pun bersalaman. Perkenalkan teman baru saya. Pemuda yang bertubuh paling tinggi bernama Joshua. Yang pendek bernama Julius. Satu lagi yang memiliki tinggi di antara keduanya bernama Agus. Ketiga pemuda itu bertubuh kurus.

Kepada ketiganya, saya menanyakan tentang kehidupan di desa ini.

"Di sini serba susah, Mas," jawab Joshua.

Keluhan-keluhan sebagai warga perbatasan pun keluar dari mulut ketiga pemuda tersebut. Harga premium untuk ketinting mencapai Rp 35.000 per liter. Padahal, ketinting tersebut adalah satu-satunya transportasi masyarakat ke sawah dan ladang.

Pulang pergi dari rumah ke ladang memerlukan setidaknya 3 liter premium. Joshua dan kedua temannya juga kompak menyebut bahwa masyarakat desa kesulitan mendapatkan premium.

"Biasanya ada yang jual di pedagang-pedagang rumahan. Kalau enggak ada ya enggak ke sawah," timpal Julius.

Agus menambahkan, masyarakat desa paling-paling terbantu oleh bensin yang disubsidi oleh pemerintah. Namun, harganya pun masih tinggi, yakni Rp 15.000 per litar. Itupun hanya datang satu bulan satu kali. "Sama saja toh?" ujar Agus.

Harga semen di desa mencapai Rp 1,1 juta per sak. Semen dibutuhkan demi membangun jalan kampung. Harga seng per lembarnya Rp 100.000. Adapun, harga paku mencapai Rp 70.000 per kilogram.

Persoalannya, ujar Joshua, ada di jalur distribusi. Satu-satunya stok semen dipasok dari Kutai Timur. Untuk sampai ke Desa Long Sule dan Long Pipa, bahan bangunan itu mesti gonta-ganti alat transportasi. Belum lagi waktu tempuh yang bisa mencapai berhari-hari.

"Dari Kutai Timur diangkut lewat jalur darat ke perbatasan Long Sule-Wahau. Kalau berangkat pagi, sampai perbatasan malam," ujar Joshua.

Perjalanan belum selesai. Dari perbatasan desa itu, barang diangkut melalui jalur darat ke Metun. Waktu tempuhnya satu hari satu malam. Dari Metun, baru diangkut ke Desa Long Sule dan Long Pipa melalui jalur sungai dengan waktu tempuh tiga hingga empat jam. Harga ongkos ketinting mencapai Rp 800.000 satu kali perjalanan.

Sementara, bahan makanan pokok, yakni nasi dan lauk pauk sebenarnya mudah didapat di desa ini. Masyarakat rata-rata memiliki sawah atau kebun. Yang mahal adalah bumbu dapurnya. Sebungkus garam berisi 500 miligram seharga Rp 5.000, satu kilogram gula Rp 30.000, satu saset ketumbar bubuk Rp 5.000, minyak sayur Rp 25.000 per 620 mililiter dan harga bawang putih Rp 100.000 per kilogram.

Gerimis mulai mengguyur area lapangan terbang berupa tanah lapang itu. Jam telah menunjukan pukul 13.00 WITA. Bupati belum juga datang. Joshua, Julius dan Agus merasa senang berbincang soal keluhan mereka kepada saya. Menurut mereka, berbicara kepada wartawan lebih memungkinkan mengubah nasib mereka ketimbang bicara dengan pejabat.

Satu lagi nada minor terlontar dari warga perbatasan. Entah, ada berapa lagi yang hanya bisa diam pasrah menunggu bantuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com