Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syukuran Panen Melimpah, Petani Lembang Perang Tomat

Kompas.com - 19/11/2014, 18:27 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Hasil panen melimpah patut disyukuri. Cara mensyukuri rezeki dari hasil bumi pun berbeda-beda di setiap daerah. Perang tomat, adalah cara yang dipilih warga RW 03, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Di Kampung itu, jalan desa yang biasanya sepi, sehari ini berubah riuh ramai disesaki warga dan pengunjung dari luar kampung. Tanah yang lebih tinggi di satu sisi jalan menjadi tempat yang asyik untuk menyaksikan perang tomat sebagai rangkaian acara dalam upacara 'Ngaruat Bumi'. Namun, posisi menonton mereka dibatasi oleh sawen (daun kawung) dan bebetek (jajanan khas kampung) yang menggantung berjajar sepanjang jalan.

Satu ton tomat hasil panen yang tidak laku dijual karena terlalu matang ditumpuk dalam keranjang-keranjang anyaman bambu. Warna merahnya memang cantik, tapi baunya menyengat, asam. Tomat-tomat inilah yang akan dijadikan senjata para "jagoan" kampung dalam ritual Rempug Tarung Adu Tomat.

Tembang karawitan mulai mengalun keras lewat sound system seadanya. Hal itu sebagai pertanda perang tomat akan segera dimulai. Tapi tunggu dulu, gadis-gadis cantik Kampung Cikareumbi yang berdandan menor, terlebih dahulu melaksanakan upacara Ngajayak Topeng (membawa topeng). Para pria berbaju pangsi yang tangannya sudah gatal ingin melempar tomat ke lawannya, terpaksa harus bersabar menunggu lenggak-lenggok pinggul gadis-gadis desa itu selesai.

Tibalah saatnya kaum adam beraksi. Helm dan tameng dari anyaman bambu bergaya pasukan Romawi sudah terpasang di tubuh 20 orang pria berbaju pangsi warna hitam. Perang tomat pun pecah.

Pada awalnya, perang tomat masih diselingi tarian sehingga tampak "teratur". Secara bergantian, masing-masing kelompok mendekati dan menyerang lawannya dengan melempar tomat dari jarak dekat. Kelompok yang diserang mempertahankan diri dengan perisai anyaman bambu. Lama kelamaan perang bukan hanya milik kedua kelompok tersebut. Penonton pun ikut melempar tomat. Suasana pun menjadi kacau. Tomat dilemparkan sekenanya, tak jelas mana lawan dan mana kawan.

Sukacita dan gelak tawa warga kampung campur aduk dalam perang. Siapa pun yang terlibat perang, tak bisa menghindari lemparan tomat karena muncul dari seluruh penjuru mata angin. Yang mungkin bisa dilakukan hanya kembali melempar tomat atau bersembunyi di dalam rumah.

Bisa dikatakan suasana jalan Desa Cikidang di Kampung Cikaerumbi pada Rabu (19/11/2014) ini seperti hujan tomat. Sekitar 15 menit berlalu, perang selesai. Jalanan memerah dibanjiri tomat yang pecah dan menebar bau asam menyengat.

"Tomat yang dipakai untuk perang adalah bentuk pengorbanan warga sebagai rasa syukur atas hasil panen yang didapat," kata sesepuh masyarakat Kampung Cikareumbi, Abah Nanu Muda.

Selain bentuk rasa syukur, perang tomat adalah sebuah bentuk ungkapan membuang sial dari segala macam hal buruk atau sifat yang tidak baik, tidak hanya dalam diri masyarakat, tetapi juga dalam tanaman.

"Dengan rempug tarung adu tomat kita mau miceun gegeleuh keukemeuh jeung nyucikeun diri ((membuang keburukan dan menyucikan diri)," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com