Sulastri, kakak Ipar Satinah, mengatakan bahwa adiknya itu sudah bebas dari hukuman keluarga setelah pemerintah membayar uang tebusan sebesar Rp 21 miliar kepada keluarga mantan majikan Satinah, Nura Al Gharib. Namun, Satinah belum bisa menghirup udara bebas lantaran masih harus menjalani hukuman "negara".
"Kalau hukuman dari majikan kan sudah selesai, tapi (sekarang) masih proses menjalani hukuman negara. Tapi berapa tahun belum tahu," kata Sulastri, saat dihubungi, Jumat (14/11/2014) siang.
Berdasarkan informasi tentang kondisi Satinah terkini, Sulastri menerimanya dari Kementerian Tenaga Kerja. Saat itu, dia diundang mengikuti kegiatan sosialisasi penanganan TKI di Semarang.
"Kegiatannya sudah seminggu yang lalu. Katanya, masih menjalani hukuman negara. Tapi adik saya masih didampingi," ungkapnya.
Bupati Semarang Mundjirin mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui keberadaan Satinah pasca-pembayaran diat oleh misi Pemerintah RI yang kala itu dipimpin oleh Maftuh Basyuni. Mundjirin yang beberapa kali mengunjungi keluarga Satinah itu berharap Satinah dapat segera dipulangkan ke Indonesia.
"Terakhir saya mendengar sudah akan dicukupi (uang diat) dan itu sudah dibebaskan, tidak jadi dieksekusi. Sampai sekarang kok tidak ada kabar lagi, kapan mau dipulangkan? Apa masih di Arab sana apa sudah di Indonesia, belum ada kabar saya," kata Mundjirin.
Satinah (41), tenaga kerja Indonesia asal Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, nyaris menghadapi hukuman pancung karena didakwa membunuh majikannya. Untuk mengganti hukuman itu, pemerintah membayar uang darah (diat) sebesar 7 juta riyal atau setara Rp 21 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.