Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Jaksa Agung, Jokowi Diminta Tolak jika Ada Intervensi Megawati dan JK

Kompas.com - 27/10/2014, 18:55 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KUPANG, KOMPAS.com
- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) meminta Presiden Joko  Widodo untuk menolak intervensi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika nantinya akan memilih dan mengangkat seorang Jaksa Agung. Hal tersebut disampaikan koordinator TPDI, Petrus Selestinus kepada Kompas.com, Senin (27/10/2014) sore.

“Jokowi harus benar-benar menggunakan hak prerogatifnya secara penuh dan berani menolak intervensi dari Megawati maupun Jusuf Kalla, ketika akan mengangkat seorang Jaksa Agung. Alasannya karena pada saat ini kejaksaan Agung masih memiliki utang atau tunggakan perkara lama (sebelum lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi), yang penanganannya hingga saat ini masih tertunda tanpa ada pertanggungjawaban secara hukum oleh Jaksa Agung-Jaksa Agung sebelumnya,” kata Petrus.

Salah satu contoh kata Petrus adalah kasus Cessie Bank Bali yang melibatkan sejumlah pimpinan atau kader Partai Golkar seperti Setya Novanto dan kawan-kawan, serta sejumlah kasus lainnya, maka Jaksa Agung yang baru tidak boleh titipan Megawati dan Jusuf Kalla, demi melindungi kroni-kroninya atau melindungi kerabat, sahabat dan golongan dalam satu partai atau dalam satu kelompok bisnis.

Karena itu calon Jaksa Agung kelak sebelum ditetapkan maka sebaiknya nama calon Jaksa Agung terlebih dahulu harus dikonsultasikan dengan KPK, karena kejaksaan juga sebagai salah satu organ yang sewaktu-waktu bisa menjadi obyek pemeriksaan KPK terkait kasus korupsi atau dalam rangka tugas koordinasi dan supervisi serta pengambilalihan penyidikan oleh KPK.

Menurut Petrus, apabila Kabinet Kerja Jokowi ingin berhasil memberantas korupsi, maka carilah sosok jaksa-jaksa muda di internal Kejaksaan Agung yang punya nyali besar dan cerdas sehingga presiden bisa mengawasi tugas dan pekerjaannya. Bila tidak becus, kata Petrus, maka langsung copot dan ganti hingga Jokowi benar-benar menemukan Jaksa Agung yang memenuhi kebutuhan Kabinet Kerja.

“Jokowi harus berani menolak titipan kasus-kasus dari makelar kasus di Komisi III DPR RI, harus berani menolak titipan kasus dari pimpinan partai politik dan pengusaha kroni pimpinan partai politik. Kalau perlu, balik menangkap mereka yang suka titiip kasus sebagai sebuah bentuk kejahatan nepotisme,” beber Petrus.

Kejahatan nepotisme kata Petrus, sebagai sarana dalam kejahatan korupsi yang biasanya masuk melalui pintu kedekatan hubungan kerja, perkoncoan, jalur partai secara nepotisme dan itu juga yang membuat Kejaksaan Agung dari rezim ke rezim. Ia menilai, Kejaksaan Agung selalu tampak loyo di hadapan penguasa, cukong, bandit dan makelar besar di Komisi III DPR RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com