Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air di Waduk Cirebon Susut dari 14 Juta M3 Jadi 500.000 M3

Kompas.com - 07/10/2014, 13:54 WIB
Kontributor KompasTV, Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com — Kemarau panjang yang melanda wilayah pantai utara Jawa mengakibatkan Waduk Setu Patok, di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengalami penyusutan drastis.

Dari total volume air 14 juta meter kubik (m3), kini hanya tersisa 500.000 m3. Akibatnya, sebanyak 1.400 hektar lahan pertanian tak mendapat pasokan air dan mengalami kekeringan parah.

Penyusutan volume air di satu-satunya waduk besar di Kabupaten Cirebon bagian timur ini dirasakan terjadi sejak bulan Juni lalu. Penyusutan lebih dirasa pada September dan Oktober 2014.

Kepala Desa Setu Patok, Muhamad Yusuf, menyebutkan, penyusutan yang berujung pada kekeringan disebabkan tidak adanya hujan, cuaca panas yang ekstrem, dan musim angin kencang hingga menyebabkan penguapan. “Yang paling terasa itu bulan September dan Oktober. Tiba-tiba waduk menyusut drastis,” kata Yusuf saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (7/10/2014).

Penyusutan yang terjadi di waduk itu mengakibatkan lebih dari lima kecamatan, dan puluhan desa yang harus mendapatkan pasokan dari waduk mengalami kekeringan parah. “Waduk ini berkewajiban mengaliri sekitar 1.000 hingga—kalau bagus—1.400 hektar lahan pertanian. Beberapa kecamatan yang mendapat pasokan air, antara lain Kecamatan Mundu, Astana Japura, Sindang, Sedong, dan juga sebagian Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon,” kata dia.

Selain lahan pertanian, efek kekeringan pula tampak di sekitar Waduk Setu Patok. Ratusan ikan yang hidup di dalam waduk mati tergeletak di bibir air. Sebagian sudah mengering dan bercampur dengan tanah, sebagian mengapung di sisi waduk. Tanah yang semula dasar waduk pun mengeras dan retak-retak.

Membuat bata
Namun, penyusutan yang membuat lahan waduk mengering itu juga dimanfaatkan sebagian petani setempat untuk membuat bata. Mereka meninggalkan sawah dan membuat bata di lokasi kekeringan. Meski untung hanya sedikit, setidaknya mereka dapat memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari.

“Satu batu bata ini saya jual ke material atau pembeli langsung Rp 700. Mungkin mereka menjual ke konsumen seribu rupiah,” kata Asep, bapak yang baru memiliki satu anak itu.

Bahan-bahan yang sudah tersedia di lokasi membuat tak perlu ongkos produksi banyak. Ia hanya membutuhkan badan sehat dan tenaga yang kuat untuk menghasilkan puluhan dan ratusan batu bata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com